Selamat datang di Satya Excel Site
Selamat datang di Satya Excel Site, situs pribadi yang dirintis dengan tujuan berbagi pengalaman dan berbagai ilmu pendidikan. Selamat surfing dan gali segala informasi.

Current Time

Sejarah Singkat Sumpah Pemuda

Minggu, 28 Oktober 2012



SEJARAH SINGKAT SUMPAH PEMUDA




Pada tanggal 27 Oktober 1928 dilangsungkan Kongres Pemuda II di Jakarta. Kongres ini diprakarsai oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang didirikan di Jakarta pada tahun 1926, anggotanya kebanyakan mahasiswa sekolah hukum dan beberapa mahasiswa kedokteran di Batavia.1) Kongres ini dihadiri oleh 9 organisasi pemuda yang paling terkemuka, yaitu Jong Sumatranen Bond, Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamienten, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi dan PPPI.
Selain para pemuda, kongres juga dihadiri oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional dari partai politik, diantaranya Soekarno, Sartono, dan Sunaryo.3) Selain itu, hadir pula 2 orang utusan volksraad dan 2 orang wakil pemerintah Hindia Belanda, yaitu Dr. Pijper dan Van der Plas. Keduanya adalah tokoh Inlandsche Zaken.
Susunan panitia kongres adalah sebagai berikut: Ketua adalah Sugondo Djojopuspito dari PPPI, Wakil Ketua dari Jong Java (Djoko Marsiad), Sekretaris dari Jong Sumatranen Bond (Muh. Yamin), Bendahara dari Jong Bataks Bond (Amir Syarifuddin), Pembantu I dari Jong Islamienten Bond (Djohan Muh Tjai), Pembantu II dari Pemuda Indonesia (Kotjosungkono), Pembantu III dari Jong Celebes (Senduk), Pembantu IV dari Jong Ambon (J. Leimena), dan Pembantu V, Rohjani dari Pemuda Betawi.
Pokok persoalan yang dibahas dalam kongres tersebut adalah bagaimana cara mendapatkan bentuk persatuan di antara pemuda-pemuda Indonesia yang sudah lama dicita-citakan oleh para pemuda dan mahasiswa Indonesia, baik di Indonesia maupun di negeri Belanda.
Kongres Pemuda II berlangsung dalam rapat umum terbuka di tiga tempat yang berbeda, menampilkan tiga prasaran, yaitu “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia” oleh Muh. Yamin, “Pendidikan” oleh Nn. Purnomowulan, Darwono dan S. Mangunsarkoro, “Kepanduan” oleh Ramelan, dan Mr. Suaryo.
Pada rapat umum yang ketiga yang juga merupakan sidang penutup kongres, bertepatan dengan hari Minggu malam Senin 28 Oktober 1928, dibacakan hasil keputusan kongres. Intinya berbunyi:



Pertama : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.


Inilah yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, dan dibacakan kembali pada setiap upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober setiap tahun.
Pada sidang penutupan itu pula diperdengarkan Lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya di depan umum, oleh paduan suara yang terdiri dari anggota-anggota PPPI, dipimpin oleh Bintang Sudibyo (Ibu Sud), diiringi gesekan biola oleh penciptanya sendiri, Wage Rudolp Supratman.
Pernyataan ikrar, satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa oleh peserta kongres, disusul dengan tekad dan keyakinan bahwa asas itu wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia.
Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I yang dilaksanakan 2 tahun sebelumnya. Kongres Pemuda I dilaksanakan oleh sebuha komite yang bernama Jong Indonesia Kongres Komite, di bawah pimpinan Tabrani. Anggota-anggotanya teridiri dari wakil-wakil organisasi pemuda yang ada waktu itu.
Tujuan Kongres Pemuda I adalah menanamkan semangat kerjasama antar perkumpulan pemuda di Indonesia untuk menjadi dasar bagi persatuan Indonesia, dalam arti yang lebih luas.8)Diharapkan kongres akan membentuk suatu badan perhimpunan massa pemuda Indonesia yang merupakan gabungan dari seluruh perkumpulan pemuda pada waktu itu. Kongres yang berlangsung dari tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926 itu ternyata tidak mencapai tujuannya. Beberapa bulan setelah berlangsungnya Kongres Pemuda I, berdiri perkumpulan pemuda yang baru, bernama Jong Indonesia (31 Agustus 1926). Pada awal 1927 Algemene Studie Club di Bandung yang dipimpin oleh Soekarno, mendirikan pula organisasi pemuda yang juga diberi nama Jong Indonesia yang kemudian diganti menjadi Pemuda Indonesia.
Kenyataan semakin bertambahnya organisasi pemuda ini, mendorong pemuda yang tergabung dalam PPPI mengambil prakarsa untuk melaksanakan Kongres Pemuda II. Dengan demikian Kongres Pemuda II sesungguhnya merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I.





Daftar Referensi:
John Ingleson. 1983. Jalan ke Pengasingan Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun 1927-1934. Jakarta: LP3ES, hal. 72
Koencoro Purbopranoto dan Nyoman Dekker. 1973. Sejarah Indonesia dalam Abad ke XX. FKIS-IKIP Malang, hal 47
John Ingleson. Loc.cit.
Koencoro Purbopranoto dan Nyoman Dekker. Op.cit.
Ibid. hal. 36
Ibid. hal. 37
Ibid. hal. 47
Sartono Kartodirdjo, et.al. 1983. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Depdikbud, hal. 196

Makalah Penyakit Idiopatik Tombositopeni Purpura

Selasa, 23 Oktober 2012


MAKALAH PENYAKIT
IDIOPATIK TROMBOSITOPENI PURPURA
 (Idiophatic Thrombocytopenic Purpura)

Disusun untuk memenuhi tugas
Keperawatan Dewasa I

Dosen Pengampu : Ns. Erick Endra Cita S. Kep












Disusun Oleh :
Satya Putra Lencana
M11.01.0015


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
YOGYAKARTA
2012





BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG




Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara 150.000-450.000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450000 sel trombosit perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006).
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat penurunan reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis, terapi radiasi atau leukimia, peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas obat, atau koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC); distribusi abnormal atau sekuestrasi pada limpa ; atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi sel darah merah. (Sandara, 2003).
Trombositipenia didefinisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau leukimia. Ekimosis yang bertambah dan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan tindaka segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. (Sylvia & Wilson, 2006)
Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari 80.000/ mm3) penyebab tersering dari perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau pun peninggian sekuestrasi atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum tulang lain, dan setelah terapi khemoterapi sitotoksik. Penyebab peninggian destruksi platelet antaranya trombositopenik purpura idiopatik (autoimun), trombositopenia sekunder atau yang diinduksi obat-obatan, purpura trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata, dan vaskulitis.
Secara umum, jumlah platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan komplikasi perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah platelet lebih dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bisa terjadi dan khas dengan onset yang tak jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran. Hematom subdural lebih jarang. (sudoyo, dkk, 2006)
 Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis(penggantian unsur-unsur sumsum tulang dengan jaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang mengganti unsur-unsur sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik terhadap sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan spenomegal(lien membesar) dapat disertai trobositopenia. (Sylvia & Wilson, 2006)
Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi oleh obat seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi(anti bodi yang bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti lupus eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura trombositopenik idiopatik (ITP).
ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari 10.000/mm3. antibodi Ig G yang ditemukan pada membran trombosit dan meningkatnya pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).
Trombositopenia berat dapat mengakibatkan kmatian akibat kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden immune Trombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan 2 kasus per 100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari populasi atau perkumpulan berbasis pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan kasus akut Immune trombositopenia purpura (ITP) yang pada umumnya terjadi pada anak-anak kurang mendapatkan perhatian medis. Immune trombositopenia purpura (ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang di Maryland. (Emedicine, 2008)

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian ITP
2.      Etiologi, Epidemologi, Patologi dan Manifestasi klinis
3.      Konsep keperawatan ITP
4.      Diagnosa Keperawatan ITP

C.      TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian dari ITP
2.      Mengetahui Etiologi, epidomologi, patologi dan Manifestasi klinis
3.      Mengerti penatalaksanaan dari penyakit ITP
4.      Mengetahui konsep keperawatan ITP
5.      Mengetahui Diagnosa Keperawatan ITP
BAB II
LANDASAN TEORI

A.     DEFINISI




ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut, yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak tepat.

B.     ETIOLOGI
1.      Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).

2.      ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)

3.      ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.



C.    EPIDEMOLOGI
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita :
1.      Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini.
2.      Tipe kedua menyerang orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family Doctor, 2006).

ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008)

Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut
ITP kronik
Awal penyakit
2-6 tahun
20-40 tahun
Rasio L:P
1:1
1:2-3
Trombosit
<20 .000=".000" l="l" o:p="o:p">

30.000-100.000/mL
Lama penyakit
2-6 minggu
Beberapa tahun
Perdarahan
Berulang
Beberapa hari/minggu

  (Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
 
D.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya pendarahan dibawah kulit .
2.      Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
3.      Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
4.      Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi.


E.      PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ITP





Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2) perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada <10 kasus.="kasus." o:p="o:p">




F.     PATHWAY

Idiopathic, infeksi virus, hipersplenisme
Antigen (makrofag) menyerang trombosit
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibody)
Pembentukan neoantigen
Trombositopeni
Nyeri  ←  Perdarahan
                                   Anemia              Splenomegali
 

             mudah lelah     
                ↓ nafsu makan                               
                        ↓                                                                             
          Gg keseimbangan nutrisi       Intoleransi aktivitas                            
                                                                                                           
                                                                                                                  purpura
Gg. Pemenuhan keb. O2   ←   ↓ Hemoglobin                                              ↓
                                                             ↓                                    Gg. Integritas kulit
                  Gg. Perfusi jaringan



G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit < 20.000 / mm3).
2.      Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
3.      Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
4.      Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
5.      Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).

H.     PENCEGAHAN
1.      Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.
2.      Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
3.      Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
4.      Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

I.       TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .

Terapi awal ITP (standar) :
a.      Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.

b.      Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000 .="." ada="ada" adanya="adanya" atau="atau" beberapa="beberapa" bersifat="bersifat" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" dengan="dengan" digunakan="digunakan" efikasi="efikasi" hari="hari" individual.="individual." kedua="kedua" konvensional="konvensional" kortikosteroid="kortikosteroid" kurangnya="kurangnya" lini="lini" luasnya="luasnya" membaik="membaik" mendapat="mendapat" menggambarkan="menggambarkan" meskipun="meskipun" ml="ml" o:p="o:p" pasien="pasien" pendekatan="pendekatan" pilihan="pilihan" progresif.="progresif." purpura="purpura" relatif="relatif" standar="standar" telah="telah" terapi="terapi" tidak="tidak" untuk="untuk" variasi="variasi" yang="yang">

1.      Steroid dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.

2.      Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai sehari.

3.      IgIV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv

4.      Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

5.      Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.

6.      Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.

7.      Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.

8.      Dapsone 
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.








BAB III
KOPNSED DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
1.      Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2.      Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3.      Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
4.      Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
5.      Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a.       Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b.      Tanda-tanda perdarahan.
1)      Petekie terjadi spontan.
2)      Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3)      Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4)      Menoragie.
5)      Hematuria.
6)      Perdarahan gastrointestinal.
c.       Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d.      Aktivitas / istirahat.
1)      Gejala :
Ø  Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Ø  Toleransi terhadap latihan rendah.
2)      Tanda : 
Ø  Takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
Ø  Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e.       Sirkulasi.
1)      Gejala :
Ø  Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat.
Ø  Palpitasi (takikardia kompensasi).
2)      Tanda :  TD peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f.       Integritas ego.
1)      Gejala :
Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse darah.
2)      Tanda : Depresi.
g.      Eliminasi.
1)      Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
2)      Tanda : Distensi abdomen.
h.      Makanan / cairan.
1)      Gejala :
Ø  Penurunan masukan diet.
Ø  Mual dan muntah.
2)      Tanda : Turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i.        Neurosensori.
1)      Gejala :
Ø  Sakit kepala, pusing.
Ø  Kelemahan, penurunan penglihatan.
2)      Tanda :
Ø  Epistaksis.
Ø  Mental : tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j.        Nyeri / kenyamanan.
1)      Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.
2)      Tanda : Takipnea, dispnea.
k.      Pernafasan.
1)      Gejala : Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
2)      Tanda : Takipnea, dispnea.
l.        Keamanan
1)      Gejala : Penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
2)      Tanda : Petekie, ekimosis.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat badan menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
2.      Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik) ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di daerah nyeri, skala nyeri (data subyektif).
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan  imobilisasi
4.      Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan sumber informasi.
5.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
6.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
7.      Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.

C.      INTERVENSI KEPERAWATAN

1.      Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi klien terpenuhi dengan
Tujuan:
v  Menghilangkan mual dan muntah

Criteria hasil:
v  Menunjukkan berat badan stabil

1)   Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.

2)   Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.

3)   Lakukan konsultasi dengan ahli diet.



4)   Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
1)      Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan  kalori.
2)   Anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat  badan dan malnutrisi yang serius.
3)   Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
4)   Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
2.      Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik).
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang dengan
Tujuan :
v  Melaporkan nyeri yang dialaminya
v  Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
v  Mengikuti program pengobatan
v  Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang    mungkin.

1)   Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
2)   Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya.
3)   Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
4)   Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
5)   Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.




6)   Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien
7)   Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll
1)      Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
2)      Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.



3)      Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.


4)      Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.


5)      Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
6)      Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

7)      Untuk mengatasi nyeri.


3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan dari orang lain dengan
Tujuan:
v  Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
Criteria hasil:
v  Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.


1)      Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
2)      Awasi TD, nadi, pernafasan.




3)      Berikan lingkungan tenang.


4)      Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

1)        Mempengaruhi pilihan intervensi.



2)        Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ke jaringan.

3)        Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen  tubuh.
4)        Hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.

4.      Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.


Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan keluarga mengerti akan penyakit klien dengan
Tujuan:
v  Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Criteria hasil:
v  Menyatakan pemahaman proses penyakit.
v  Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
1)   Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP.
2)   Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
3)   Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.

1)      memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
2)      ketidak tahuan meningkatkan stress.


3)      merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.



5.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis


Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kerusakan bisa berkurang dengan
Tujuan :
v  Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
v  Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan

1)      Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.


2)      Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
3)      Ubah posisi klien secara teratur.


4)      Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
1)      Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
2)      Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
3)      Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.

4)      Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif

6.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.


Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kembali kebentuk normal dengan
Tujuan:
v  Tekanan darah normal.
v  Pangisian kapiler baik.
Kriteria hasil:
v  Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.

1)   Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.




2)   Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

3)   Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang.
4)   Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.
1)   memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2)   meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3)   dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.
4)   dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.



7.      Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.



Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan
Tujuan:
v  Mengurangi distress pernafasan.
Criteria hasil:
v  Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif

1)   Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama.






2)   Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.



3)   Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic.
4)   Bantu dengan teknik nafas dalam.

1)      perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi.
2)      memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
3)      meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi.
4)      membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.


D.     IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).

E.      EVALUASI
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.





BAB IV
PENUTUP


A.     KESIMPULAN
Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami atau pada resiko tinggi untuk mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan yang terjadi.

B.     SARAN
1.      Perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang menderita ITP.
2.      Perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
3.      Perawat harus menerapkan komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat kecemasan pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC : Jakarta
Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta
Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI : Jakarta
DRUGS.2008.Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications. http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-purpura.html. Diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.39 WITA.
NCI. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=559453.html diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.41 WITA.
Emedicine.2008. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.emedicine.com/med/topic1151.html. diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.46 WITA.
PDSA. 2008. ITP. diakses dari http://www.pdsa.org/itp-information/index.html. diakses tanggal 26 Maret 2010 pukul 20.17 WIB.
Adiantoro, Heru.2010. diakses dari http://www.scribd.com/doc/30379773/Makalah-ITP.html diakses tanggal 9 Nopember 2010 pukul 23.17 WITA

Your comment here

Radio Rodja 756AM

Last Detik News

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Satya Excel Site - ساتيا ممتاز - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger