Selamat datang di Satya Excel Site
Selamat datang di Satya Excel Site, situs pribadi yang dirintis dengan tujuan berbagi pengalaman dan berbagai ilmu pendidikan. Selamat surfing dan gali segala informasi.

Current Time

Ingat Angkringan, Ingat Jogja Istimewa...

Minggu, 01 Februari 2015

Angkringan (berasal dari bahasa Jawa ‘Angkring’ yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobag dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Di Solo dikenal sebagai Warung HIK (“Hidangan Istimewa ala Kampung”) atau Wedangan. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu senthir, dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.

Sejarah angkringan di Jogja merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Angkringan di Yogjakarta dipelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Cawas yang secara adminstratif termasuk wilayah Klaten Jawa Tengah merupakan daerah tandus terutama di musim kemarau. Tidak adanya lahan subur yang bisa diandalkan untuk menyambung hidup, membuat Mbah Pairo mengadu nasib ke kota. Ya, ke sini, ke Yogyakarta.

Mbah Pairo bisa disebut pionir angkringan di Yogjakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu DIY sempat beberapa kali berpindah lokasi. Seiring bergulirnya waktu, lambat laun bisnis ini kemudian menjamur hingga pada saat ini sangat mudah menemukan angkringan di setiap sudut Kota Jogja. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Jogja, bahkan di luar Jogja.

Berbeda dengan angkringan saat ini yang memakai gerobak, diawal kemunculannya angkringan menggunakan pikulan sebagai alat sekaligus center of interest. Bertempat di emplasemen Stasiun Tugu Mbah Pairo menggelar dagangannya. Pada masa Mbah Pairo berjualan, angkringan dikenal dengan sebutan “ting-ting hik” (baca: hek). Hal ini disebabkan karena penjualnya berteriak “Hiiik…iyeek” ketika menjajakan dagangan mereka. Istilah “hik” sering diartikan sebagai Hidangan Istimewa Kampung. Sebutan hik sendiri masih ditemui di Solo hingga saat ini, tetapi untuk di Jogja istilah angkringan lebih populer.

Demikian sejarah angkringan di Jogjakarta bermula.
Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.

Meski harganya murah dan terkadang di cap warung rendahan, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, budayawan, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.

Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekedar melepas lelah.

Akrabnya susana dalam angkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk kedalam tempat tetapi ke suasana, beberapa acara meng-adopsi kata angkringan untuk menggambarkan suasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan.

Siapa yang tidak mengenal jenis tempat makan yang satu ini. Setiap orang yang pernah tinggal di kota pelajar ini pasti sudah tak asing lagi dengan kata “angkringan”, bahkan tidak afdhol siapapun yang pernah ke Jogja jika tidak mampir di angkringan.

Di era digital dan modernisasi ini, sudah mulai berkembang berbagai macam angkringan yang dikombinasikan dengan nuansa modern, contohnya dari ruangan menggunakan lampu pijar lisrik juga pengunjung dimanjakan dengan adanya hotspot gratis yang bisa dijadikan tempat diskusi, rapat atau tempat berkumpul dengan keluarga besar.



Berdasarkan itu semua, dari angkringan, dapat kita ambil sebuah pelajaran baru, diantaranya adalah:
  1. Openness
    Keramahan dan kehangatan yang selalu dikedepankan oleh penjualnya seakan memberikan sebuah pesan tersirat bahwa ia selalu terbuka dan ingin menjalin sebuah hubungan yang lebih erat dengan setiap pelanggannya yang datang.
  2. Loyallty dan Persevering
    Angkringan berdasarkan sejarahnya hanya buka pada malam hari saja, tetapi lambat laun ada juga yang buka pagi hingga siang hari bahkan 24 jam. Wajah-wajah letih, lusuh dan lelah itu tak pernah mereka tampakkan. Ketekunan dan kesabaran mereka yang tetap setia dengan gigih dari petang hingga petang lagi memberikan pelayanan terbaiknya dengan wajah yang selalu tersenyum.
  3. Prosperity
    Dari angkringan kita dapat menilai, betapa makmur/sejahteranya rakyat suatu daerah dengan sehingga angkringan di kota yang disebut Kota Gudeg ini juga bisa menjamur hingga seperti sekarang. Bukan angkringannya, tetapi kesejahteraan rakyat kecillah kita nilai. Angkringan mencerminkan betapa optimisnya rakyat kecil untuk selalu melakukan kegiatan ekonomi yang kesemuanya akan kembali kepada pendapatan daerah di Yogyakarta. Penataan ruang, pemberdayaan sosial pemerintah dinas sosial dalam memberantas kemiskinan, regulasi harga sembako yang murah, hingga berbagai lembaga sosial swasta yang lain berdedikasi untuk mendayagunakan dan mengajarkan masyarakatnya untuk tidak menjadi penganguran. 
  4. "Self Esteem
    Metode penjualan ala angkringan yang menerapkan self service (pelayanan sendiri) menunjukkan tingginya rasa menghargai seorang penjual di angkringan kepada setiap customer-nya. 
Heey, soob,..
Buat kamu yang mungkin belum pernah atau akan liburan ke Kota Gudeng ini, jangan lupa singgah di angkringannya ya, saya tunggu kedatanganmu... ;)

Tagline : #JogjaIstimewa 


Satya Putra Lencana
Yogyakarta, 01 Februari 2015


KARENA BERBAGI ITU, INDAH...

Jumat, 30 Januari 2015


Selasa, 27 Januari 2015. Yap ini adalah kali ketiga kami ikut kegaitan bakti sosial bersama dengan Bapak Tri. Kegiatan bakti sosial kali ini beralamat di Desa Wirosaban, Bantul, Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin bulanan yang diadakan atas kerjasama antara Simply Home Guest House dengan Terapi Madinah. Kami beranggotakan 5 orang diantaranya saya sendiri, suip, khalid makky, Bapak Errick Endra Cita S. Kep, Ns., CWCS (Ketua Program Profesi Ners Stikes Madani Yogyakarta) juga Bapak Tri Hardi Miftahul Ulum S. Kep, Ns., SKP, CH (Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Madani Yogyakrta dan Pendiri Terapi Madinah Yogyakarta).
Kami datang tepat waktu beberapa menit lebih awal sebelum acara dimulai pada pukul 10.00 WIB. Setibanya di sana kami langsung menyiapkan tempat, alat sekaligus pembagian job pada saat pelaksanaan nanti. Dosen kami Bapak Errcik (*nama panggilan) bertugas menjadi receptionist di meja depan dan melakukan pengukuran tekanan darah, dan status gizi (TB, BB) klien. Kemudian masuk kedalam di meja kedua ada Bapak Tri (*nama panggilan) bertugas sebagai edukator pendidikan kesehatan (konsultasi kesehatan gratis) dan Suip sebagai pemeriksa kadar GDS (glukosa, dan urin acid) klien. Kemudian di stase ketiga ada saya dan makky sebagai terapis (Head massase, back massase, gua sha, dan yumeiho).
Pada baksos hari ini, ada beberapa macam kegiatan selain pelayanan kesehatan gratis dari kami, termasuk bazar pakaian layak pakai dan disambung pembagian sembako pada pukul 12.00 WIB dan kesemuanya ditujukan kepada masyarakat umuum. Dari banyaknya masyarakat yang datang panitia memberikan kuota pemeriksaan kesehatan gratis sebanyak 30 orang dan sisanya bisa mengikuti bazar murah serta pembagian sembako.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung dengan klien, testimoni mereka mengatakan bahwa pemeriksaan kesehatan gratis ini sangat membantu mereka yang tidak mampu dalam biaya untuk melakukannya. Tidak hanya itu, mereka juga mengatakan bahwa berkat kegiatan ini, mereka yang tidak tahu dan tidak mau, menjadi memiliki keinginan untuk mempertahankn dan meningkatkan derajat kesehatannya baik dari yang muda hingga yang lanjut usia.
Salah seorang klien yang beralamat asli dari Garut, Jawa Barat mengungkapkan sangat kagum dengan kami yang masih muda tetapi begitu piawai dalam mengayomi masyarakat yang membutuhkan perhatian kesehatan. Terlebih di usia senjanya menginjak yang 70 tahun, beliau menutur sangat interest dalam perbincangan seputar menjaga kesehatannya seperti makanan, lifestyle yang beresiko potensial menyebabkan hipertensi, stroke, serangan jantung, dan banyak lagi yang lainnya.
Beliau sangat berterimakaasih atas semua yang telah kami berikan kepadanya sampai-sampai mengira kami adalah dokter. Lalu kami jelaskan bahwa kami adalah perawat, mitra dokter. Lanjut saya jelaskan, bahwa tidak semua pemberi layanan kesehatan itu hanya dokter, tenaga medis yang lainpun seperti perawat bisa memberikan yang terbaik bagi klien atau bahkan siapapun yang berkompeten dibidang keshatan sesuai disiplin ilmunya.
Hey sobatku,.
Seberapa sedikit/banyaknya ilmu yang kita miliki, dimanapun, bagaimanapun dan kapanpun keadaanya, kita harus siap. Ilmu itu tidak akan membekas hingga kita bisa membagikannya kepada orang lain. Kita sebagai profesi muda harus menunjukkan bahwa profesi perawat adalah termasuk elemen dasar penting dalam tatanan pemrintahan, pelaksana tenaga kesehatan (care giver), sampai pendidik kesehatan kepada masyarakat.
Karena berbagi itu, indah...

Satya Putra Lencana

Yogyakarta, 27 Januari 2015

YANG KECIL BUKAN KERDIL, TEMUKAN TITIK KEBAHAGIAAN HIDUPMU


Alhamdulillah, hari ini adalah hari pertama kami dinas di tempat yang kedua yaitu tepatnya di BRH (Baitul Ruqyah Asy’Syariyyah Wal Hijamah). Tempat praktik kami yang beralamatkan di Jalan Nyi Pembanyun No. 14, Kota Gede, Yogyakarta ini tidak mendirikan papan pemberitahuan atau baliho yang cukup besar yang menyebabkan kami kesulitan meneuknannya dan lagi-lagi kami salah jalan lebih kurang 500 meter sehingga membuat kami harus memutar berbalik arah menggunakan armada roda dua. Perlahan kami mengamati dengan seksama tanda tempat BRHnya. Setelah diberi petunjuk oleh salah seorang warga hanya butuh waktu 1 menit kami langsung menemukan tempatnya. Syukurlah...

Tempat praktik kami kali ini walaupun tidak terlalu luas, namun terasa asri dan lebih nyaman dibanding dengan yang sebelumnya. Ya, terus terang saja melihat tempat yang bisa dibilang seperti villa ini langsung membuat saya merasa betah tinggal di dalamnya. Penataan ruang receptionist, kebun bunga dan ruang perawatan untuk pelayanan pasien yang rapih terasa seperti rumah sendiri juga dilengkapi dengan obat-obatan herbal, jajanan retail, poster, berkas do’a, serta penyediaan bacaan majalah islami gratis bagi pengunjung. Walau kecil, sungguh penataanya sangat rapih, bersih serta menerapkan nilai-nilai islami dalam setiap sudut bangunannya, ada Ruang Ruqyah, Ruang Perawatan Bekam Putra dan Bekam Putri.

Sebuah tempat praktik yang termasuk keperawatan alternatif dan komplementer ini memiliki 2 jenis pelayanan, sesuai namanya yaitu Terapi Ruqyah dan Terapi Hijamah (Di Indonesia dikenal dengan “Bekam”). Awal kami (saya, amin dan suip) mengetuk pintu dan mengucapkan salam, terdengar sahut jawab salam yang hangat dari dalam. Ya, beliau adalah Bapak Nur salah satu pengelola di BRH tersebut. Dengan ramah dan lemah lembut beliau langsung mengetahui bahwa kami adalah mahasiswa pengganti dinas yang sebelumnya dari institusi yang sama. Tak lama kemudian kami dipersilahkan masuk ke ruang dalam untuk meletakkan barang bawaan dan berorientasi tempat secara mandiri. Di awal pagi ini langsung banyak pasien yang datang, oleh karenanya Bp. Nur tidak sempat mengorientasikan kami. Selang beberapa menit saja sudah tiga pasien beserta keluarganya datang.

Tempat praktik pengobatan yang di bawah naungan Assosiasi Ruqyah Syar’iyyah Indonesia (ARSYI) ini merupakan salah satu dari beberapa tempat pengobatan dengan berkedudukan di Kota Yogyakarta. Di antaranya di kota yang lain di Indonesia adalah di Jakarta sebagai Pusat ARSYI, Surabaya, Medan, Pemalang, Pekalongan, dan masih banyak lagi.

Setelah saya kaji lebih dalam dari beberapa sumber, ternyata tempat praktik kami yang kedua inipun didirikan oleh seorang yang bukan berlatarbelakang pendidikan kesehatan juga seperti di “Enggal Dhangan” Klaten yang pernah saya ceritakan minggu lalu. Pendiri BRH ini adalah Ustad H. Fadlan Abu Yasir, Lc (Penulis Buku : “Menjadi Muslim Sehat dan Hebat dengan Ruqyah Syar’iyyah”). Beliau adalah salah satu alumni Universitas Madinah di Timur Tengah. Beliau dan keluarga mendirikan BRH atas dasar visi ingin menjadikan ini sebagai salah satu solusi hidup sehat yang islami dalam bentuk pengobatan juga sebagai media dakwah kepada setiap klien/pasiennya yang berobat di tempat tersebut.

Benar-benar tak ku sangka, tempat pengobatan sederhana yang didirikan di sebuah kota tua awal terbentuknya Kerjanaan dan Negara Indonesia-Yogyakarta ini menyimpan banyak cerita prestasi yang bisa dibilang bisa mengangkat nama bangsa Indonesia di dunia internasional walaupun tak banyak yang menyadarinya. Bagaimana tidak, BRH yang didirikan pada tahun 1995 ini, ternyata sering dikunjungi berbagai peneliti/ilmuan yang datang dari berbagai manca negara diantaranya seorang doktor dari Jepang, berrbagai Ilmuan dari Indonesia bahkan pada hari ini BRH kedatangan empat orang tamu dari Negeri Jiran Malaysia yang didampingi oleh salah seorang pegawai Rumah Sakit Nur Hidayah Yogyakarta. Mereka adalah mahasiswa yang ingin meneliti hubungan antara disiplin ilmu medis dengan ruqyah yang secara empiris sudah terbukti kebenarannya bahwa bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti Chest Pain, Epilepsi, dan berbagai gangguan jin serta ilmu sihir.

Pegawai di BRH ini bukan merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi dan dari daerah jauh, kebanyakan mereka adalah warga, sanak kerabat Ust. Fadlan yang tinggal di daerah Yogyakarta sekitar BRH. Dari sini saya menyadari bahwa yang “Kecil bukanlah Kerdil”.

Tidak hanya itu yang membuat saya kagum, Pak Nur, pegawai bagian receptionist dan administrasi ini mengungkapkan pengalaman hidupnya yang membuat kami sempat ter-enyuh mendengarnya. Beliau bercerita bahwa dulu beliau adalah seorang yang ingin bekerja di dunia Marketing (Pemasaran). Sudah 17 perusahaan pernah beliau ajukan diri dan semuanya diterima, tetapi karena kurang kepercayaan diri beliau membatalkan itu semua. Beliau dahulu pernah bekerja di Malioboro Mall sebagai pramuniaga sekitar tahun 2006 dengan gaji +/- Rp. 400.000,-. Pada zaman tersebut sudah termasuk cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup standar di Yogyakarta. Kemudian beliau melanjutkan karir menjadi seorang manajer di sebuah Perusahaan Samsung di Yogyakarta juga yang bisa dibilang gajinya sebulan bisa lebih dari cukup jika hanya untuk sekedar gonta-ganti sebuah sepeda motor.

Beliau yang lulusan S2 Fakultas Dakwah UIN ini setelah beberapa tahun bekerja, kemudian merasa gersang, kurang nyaman dengan pekerjannya disamping masalah keluarga sehingga mendorongnya mencoba memeriksakan diri datang ke BRH. Setelah berkonsultasi dengan Ust. H. Fadlan tentang masalahnya tersebut, akhirnya Pak Nur ditawarkan oleh Ust. Fadlan untuk mencoba bekerja di BRH, dan sampai sekarang ini alhamdulilllah sudah menjadi pegawai tetap sekitar 5 tahun yang silam beserta istrinya yang ditarik bekerja di luar menjadi pegawai BRH juga. Beliau menuturkan bahwa jika mau membandingkan mungkin bisa dihitung satu per seratusnya kali lipat (1/100) besarnya gaji yang sekarang dengan yang dahulu. Meskipun begitu, beliau tidak mengapa. Walaupun dengan resiko yang jauh berbeda itu, beliau dari BRH belliau bisa belajar mengaji, belajar praktik bekam dan ruqyah serta menerapkan ilmu manajemennya. Beliau dan keluarga akhirnya menemukan titik kenyamanan dalam hidupnya beserta keluarga yang tidak bisa dinilai dari apapun.
Dan dari sini saya menyadari bahwa menemukan “Titik Kebahagiaan Hidup” itu lebih penting dibanding segalanya. MasyAllah...

Sobatku,
Mari berfikir dan merenung sejenak, setiap usaha yang kita lakukan semuanya mustahil tanpa adanya kerja keras, ketekunan, kesabaran hingga bantuan ulur tangan kerjasama orang lain. Sekecil apapun itu, sabar dan perjuangkanlah, hingga saatnya keberhasilan itu dapat diraih. Keberhasilan itu tidak datang, tetapi kita harus menjemputnya. Andai kata kecil hasil yang didapat, tetapi ingatlah bahwa “kecil bukanlah kerdil”, berhasil tidak dinilai dari materi tetapi dinilai seberapa bermanfaat bagi orang lain. Tidak perlu mencari penghargaan orang lain, hargai dirimu, maka orang lain akan menghargaimu.

Tanyakan hatimu, apakah keadaanmu saat ini sudah sesuai dengan kebutuhanmu bukan keinginanmu. Tak usah takut gagal dan jatuh, temukan “titik kenyamanan hidupmu”. 

Satya Putra Lencana

Yogyakarta, 26 Februari 2015

PENGALAMAN ITU PENTING..!!

Selasa, 20 Januari 2015


Hari ini adalah hari pertama kami menjalani praktik klinik. Kebetulan pada shift pagi hanya kami berdua yaitu saya dan mas amin teman sekelas kuliah saya. Praktik kali ini berbeda dengan sebelumnya yang selalu di rumah sakit, yaitu pada stase keperawatan komplementer dan alternatif. Di hari pertama kami dinas mendapatkan lahan praktik di sebuah klinik kecil bernama “Enggal Dhangan”. Klinik itu beralamat di Desa Telogo, Klaten, Jawa Tengah Berbatasan dengan Yogyakarta bagian timur. Pertama kali ke sana sudah menyasar salah jalan sehingga membuat saya membutuhkan waktu lebih 30 menit untuk bisa datang ke klinik itu. Akhirnya saya tiba disana pada pukul 09.30 WIB yang seharusnya dijadwalkan mulai pukul 09.00 WIB. Tetapi itu semua saya jadikan sebagai penglaman dan pembelajaran dalam memperteguh semangat menuntut ilmu.
Singkat cerita, setelah banyak berbincang-bincang dengan si pemilik klinik yang bernama Bapak Teuku Nasir ini, banyak pembelajaran yang saya dapatkan. Beliau sudah sekitar 9 tahun yang lalu sudah mendirikan klinik ini tepatnya mulai pada tahun 2005 silam. Beliau bisa melakukan terapi beberapa macam diantaranya Bekam, Akupuntur, Akupresur dan berbagai keahlian lainnya. Sebuah keterampilan yang luar biasa yang tidak semua orang bisa seperti beliau. Setelah saya kaji secara mendalam, ternyata beliau  bisa mempelajari ilmu itu semua dari keluarganya. Sudah dari dahulu keluarganya rata-rata menjadi seorang pengobat atau sekarang lebih dikenal sebagai terapis. Beliau berlatar belakang tidak kuliah. Hanya bermodalkan penglaman belajar dari keluarga ditambah dengan turut ikut dalam pelatihan-pelatihan dan seminar, beliau menyempurnakan keterampilannya.
Di sela perbincangan kami, kemudian saya bertanya bagaimana cara beliau sampai bisa mendapatkan izin praktik klinik (sekarang disebut STR : Surat Izin Registrasi) seperti sekarang ini. Beliau bercerita sebelumnya sedikit sulit untuk mengembangakan usaha ini, karena memang latar belakang pendidikan beliau bukan orang kesehatan. Tetapi sekarang sudah mudah untuk bisa praktik mandiri seperti beliau. Kemudian beliau menambahkan sedikit penglamannya, bahwa salah satu sistem yang dditerapkan beliau dalam memperkenalkan kliniknya adalah melalui iklan baik iklan elektronik, cetak, serta digital.

Beliau menuturkan bahwa di Indonesia, khususnya di daerah Yogyakarta masih banyak batasan-batasan dalam periklanan pengobatan komplementer ini. Contohnya, pada sebuah stasiun televisi swasta di Yogyakarta dalam hal menampilkan iklan keperawatan akupuntur dilarang menggunakan/menampilkan tindakan invasif dengan menusukkan jarum ke dalam tubuh seseorang. Padahal dasar ilmu akupuntur hakikatnya adalah dengan cara penusukan jarum, dan masih banyak lagi batasan selain keperawatan akupuntur dalam keperawatan komplementer. Meskipun demikian, beliau yang dilahirkan di Aceh ini tetap sabar, teguh, terus berupaya dengan segala cara supaya pengembangan kliniknya bisa dikenal oleh banyak orang.
Heei sobat.,
Ayoo, semangatlah. Melihat kemandirian Bapak Nasir tadi telah menggugah saya untuk bisa seperti beliau, apalagi saya adalah orang yang jelas sudah belajar dasar kesehatan. Masih banyak kawan-kawan perawat yang memandang keperawatan hanya sebatas akan dapat bekerja di rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Padahal banyak sekali peluang yang dapat digali dan dikembangkan oleh kita khususnya perawat. Tak perlu berkecil hati, selama masih ada waktu teruslah belajar, kejarlah ilmu itu walaupun harus belajar dari orang yang berbeda latar pendidikan, berbeda dalam disiplin ilmu. Ilmu itu tidak secara mutlak kita dapatkan hanya sebatas dalam teori, tetapi pengalamanlah yang terpenting. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik..

Salam semangat perawat indonesia.

Yogyakarta, 19 Januari 2015

KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN

Selasa, 30 September 2014


BAB I
KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN


A.    PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Apabila kita memperhatikan beberapa referensi, banyak rumusan tentang definisi kepemimpinan.
1.      George R. Terry, Robert Tahnenbaum, Harold Koontz, dan Cyrill O’Donnel, pada dasarnya mengartikan kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku, atau aktivitas sese-orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
2.      Rupert Eales – White mengartikan kepemimpinan di zaman modern seperti sekarang ini sebagai penciptaan pertumbuhan dan pembela-jaran atau creator of growth and learning baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang ada di bawah tanggung jawabnya. Dengan demikian, selain sebagai “pemimpin” (‘orang yang mengatur dan membimbing orang lain’) juga sebagai “pendengar” (‘orang yang menerima ajaran dari orang lain’).
3.      Dale Carnegie mengatakan bahwa dalam kepemimpinan harus terjalin komunikasi yang baik, keterampilan interpersonal, kemampuan melatih, memberi teladan, dan membentuk tim yang baik. Kepemim-pinan tidak bermula dan berakhir pada kedudukan paling tinggi, dan setiap organisasi memerlukan kepemimpinan yang dinamis. Setiap orang memiliki potensi menjadi pemimpin setiap hari. Pemimpin di zaman modern tidak bisa hanya main perintah, tetapi harus melalui pengaruh. Dan ini benar-benar memerlukan keterampilan antarmanu-sia, kata Dale Carnegie.
4.      Menurut Stephen R. Robbin, leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goals.
5.      Kenneth H. Blanchard mengungkapkan, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha mencapai tujuan. Dan proses tersebut dapat dirumuskan dalam formula berikut.

L = F(l, f, s)  atau  K = F(p, b, s)

L = leadership             l  = leader                                                       
F = function                f  = follower    s = situation                

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diidentifikasi bahwa unsur-unsur utama kepemimpinan adalah:
a.       Pemimpin atau orang yang mempengaruhi;
b.      Orang yang dipimpin atau pihak yang dipengaruhi;
c.       Interaksi/kegiatan/usaha dan proses mempengaruhi;
d.      Tujuan yang ingin dicapai; dan
e.       Perilaku/kegiatan yang dilakukan sebagai hasil mempengaruhi.
                                               
B.     PERBEDAAN KEPEMIMPINAN DENGAN MANAJEMEN
                  Dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah tersebut sering diartikan sama, meskipun sebenarnya ada perbedaan mendasar kedua istilah tersebut. James L. Gibson, dkk. dalam Fundamental of Manage-ment mengatakan bahwa pada dasarnya kepemimpinan merupakan bagian dari mamajemen, meskipun tidak secara keseluruhan. Kepemim-pinan merupakan kemampuan membantu dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan. Manajemen merupakan aktivitas yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan sebagai kegiatan awal sampai pemimpin menggunakan kekuasaan untuk memotivasi orang lain dan mengarahkannya pada pencapaian tujuan. Untuk memperjelas perbedaannya dapat dilihat diagram berikut.

Leader = managers only in some cases

            Dari diagram di atas tampak bahwa kepemimpinan lebih luas dampaknya daripada manajemen, dan manajemen cenderung merupakan pemberda-yaan kepemimpinan yang khusus berorientasi produk.
Sedangkan menurut PT Batamindo Investment Cakrawala & Lembaga Penelitian Unair (2000: 65) perbedaan manajer dan pemimpin dapat digambarkan sebagai berikut.

     Manajer sekaligus
Pemimpin
                                            
Warren Bennis menjelaskan perbedaan antara manajer dan pemimpin sebagai berikut:
1.      Manajer adalah pengelola, pemimpin adalah yang memulai;
2.      Manajer merupakan tiruan, pemimpin orisinil/asli;
3.      Manajer bersifat mempertahankan, pemimpin bersifat mengembang-kan;
4.      Manajer berfokus pada sistem & struktur, pemimpin berfokus pada orang;
5.      Manajemen bergantung pada hasil pengawasan, pemimpin mem-bangkitkan kepercayaan;
6.      Manajer memiliki pandangan jarak pendek, pemimpin memiliki perspektif jarak jauh;
7.      Manajer selalu berorientasi pada hasil akhir, pemimpin berorientasi pada masa depan;
8.      Manajer menerima status quo, pemimpin menentangnya; dan
9.      Manajer melakukan dengan benar, pemimpin melakukan yang benar.
               Sementara itu Pamuji menguraikan perbedaan kepemimpinan dengan manajemen sebagai berikut:
1.      Kepemimpinan mengarah pada kemampuan individu (pemimpin), manajemen mengarah pada sistem dan mekanisme kerja;
2.      Kepemimpinan merupakan kualitas hubungan/interaksi antarpemim-pin dengan pengikut dalam situasi tertentu, manajemen merupakan fungsi/status/wewenang. Kepemimpinan menekankan pada penga-ruh, manajemen menekankan pada wewenang yang ada;
3.      Kepemimpinan menggantungkan diri pada sumber-sumber yang ada pada dirinya untuk mencapai tujuan, manajemen mempunyai kesem-patan  untuk mengerahkan dana dan daya yang ada dalam organisasi untuk mencapai tujuan;
4.      Kepemimpinan diarahkan untuk mewujudkan keinginan pemimpin (walaupun akhirnya mengarah pada tercapainya tujuan organisasi), manajemen arahnya kepada tujuan organisasi secara langsung;
5.      Kepemimpinan lebih bersifat personal yang berpusat pada diri pemimpin, manajemen bersifat impersonal dengan masukan logika, rasio, dana, analitis, dan kuantitatif.

Stephen R. Robbin mengatakan bahwa semua pemimpin adalah manajer, tetapi tidak semua manajer adalah pemimpin. Manajemen cenderung memandang kerja sebagai proses yang memungkinkan adanya kombinasi orang dengan gagasan yang berinteraksi untuk menetapkan strategi dan pengambilan keputusan. Kepemimpinan cenderung bekerja dengan posisi beresiko tinggi, terutama jika kesempatan dan ganjarannya juga tinggi. Manajer berhubungan dengan orang-orang menurut peran yang dimainkan dalam organisasi, sebalik-nya pemimpin berhubungan dengan orang-orang atas dasar intuitif dan empati.

“Langkah pertama menuju sukses adalah mengidentifikasi bakat-bakat kepemimpinan yang Anda miliki sendiri.” (Dale Carnegie)




 BAB II
TIPE/GAYA, DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

Gaya kepemimpinan merupakan perilaku/cara yang dipilih dan digunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku anggota organisasi (Hadari Nawawi, 2003: 115). Sementara Agus Dharma mengartikan gaya kepemimpinan sebagai pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat mempengaruhi orang lain. Paul Hersey & Kenneth Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemim-pinan merupakan pola perilaku pada saat seseorang mencoba mempengaruhi orang lain dan mereka menerimanya.
Menurut Tannenbaum & Schmidt, ada empat faktor yang mem-pengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu:
a.       Sistem nilai
b.      Rasa yakin terhadap bawahan/anggota yang dipimpin
c.       Kecenderungan dalam kepemimpinan
d.      Perasaan aman dalam situasi tertentu
Banyak sekali tipe/gaya kepemimpinan yang dapat dipakai, baik yang bersifat tradisional maupun yang modern dan lebih sesuai diterapkan pada situasi saat ini. Eugene Emerson Jennings & Robert T. Golembiewaski mengatakan ada enam tipe/gaya kepemimpinan, yaitu: (1) Otokratis, (2) Diktatoris, (3) Demokratis, (4) Kharismatis, (5) Paternalistis, dan (6) Laissez-Faire. Hadari Nawawi mengemukakan ada tiga tipe kepemimpinan, yang masing-masing terdiri atas beberapa gaya kepemim-pinan. Ketiga tipe kepemimpinan tersebut adalah: (a) Tipe Otoriter, (b) Tipe Demokratis, dan (c) Tipe Bebas (Laissez Faire/Free-Rein). Secara singkat beberapa tipe tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini. 

A.    TIPE KEPEMIMPINAN OTORITER
                  Merupakan tipe kepemimpinan yang menghimpun sejumlah perilaku/gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada diri pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa, dan pengendali organisasi dan kegiatannya, dalam usaha mencapai tujuan. Tipe kepemimpinan Otoriter yang dilaksanakan dari titik ekstrim tertinggi menuju titik ekstrim terendah, meliputi beberapa gaya/perilaku kepemimpinan, yaitu: (1) Otokrat (Autocrat), (2) Diktatoris (Dictator) (3) Otokrasi yang Lunak (Benevolent Autocrat), (4) Pembelot Diserter), (5) Pelindung dan Penyelamat (Missionary), (6) Gaya/perilaku Kepemimpinan Kompromis (Compromiser).
Dampak dari kepemimpinan otoriter yang dilaksanakan pada titik ekstrim tertinggi pada kehidupan organisasi/perusahaan adalah:
1.      Anggota organisasi cenderung pasif, bekerja menunggu perintah, tidak berani mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, karena takut dinyatakan salah.
2.      Anggota tidak ikut berpartisipasi aktif bukan karena tidak mampu, tetapi karena tidak dihargai atau mungkin akan dinilai sebagai pembangkangan yang dapat merugikan dirinya.
3.      Kehidupan organisasi berlangsung statis dan tidak berkembang, karena tidak ada inisiatif, kreativitas, maupun gagasan dari anggota.
4.      Tidak membina/mengambangkan potensi kepemimpinan anggota untuk kaderisasi kepemimpinan.
5.      Kedisiplinan, usaha keras anggota dilakukan secara terpaksa dan cenderung berpura-pura, karena takut sanksi/hukuman.
6.      Biasanya muncul orang/tokoh sebagai pengambil muka yang tidak disukai anggota lain.
7.      Secara diam-diam muncul kelompok penentang yang menunggu kesempatan untuk melawan tindakan pimpinan.
8.      Pemimpin cenderung kehabisan inisiatif, kreativitas, inovasi, karena tidak ada masukan dari anggota. Sementara motivasi dan semangat kerja menjadi rendah/turun.
9.      Tidak ada rapat/diskusi untuk memecahkan masalah. Yang ada hanya rapat untuk menyampaikan instruksi, sanksi bagi anggota yang melakukan pelanggaran, dan sejenisnya.
10.  Disiplin diterapkan secara ketat dan kaku, sehingga iklim kerja menjadi tegang, saling mencurigai, dan saling tidak percaya.
11.  Pemimpin cenderung tidak menyukai perubahan, perbaikan, dan perkembangan organisasi.
Berikut ini dijelaskan masing-masing gaya/perilaku kepemimpinan yang termasuk dalam tipe kepemimpinan otoriter.
1.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Otokrat
            Karakteristiknya:
a.       Berorientasi pada pelaksanaan tugas;
b.      Pelaksanaan tugas tidak boleh salah/keliru, dan setiap kesalahan akan diberikan sanksi/hukuman berat;
c.       Prinsipnya “manusia lebih suka diarahkan tanpa memikul tanggung jawab daripada diberi kebebasan merencanakan dan melaksanakan sesuatu”;
d.      Tidak ada kesempatan bagi anggota untuk menyampaikan inisiatif, kreativitas, saran, dan kritik;
e.       Tidak berorientasi pada hubungan manusiawi dengan anggota;
f.       Tidak percaya kepada anggota/orang lain, karena takut disalah-gunakan.
2.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Diktatoris
            Gaya ini lebih keras dan kejam daripada gaya otoriter. Cirinya:
a.       Pemimpin berperilaku sebagai penguasa tunggal dan tidak dapat diganti. Perilaku ini didukung teori bahwa pemimpin diciptakan dengan membawa karakteristik/sifat kepemimpinan, yang tidak dimiliki orang lain;
b.      Setiap kemauan pemimpin harus terlaksana, meskipun dengan segala cara dan berakibat fatal bagi anggota.
c.       Orientasi kepemimpinan hanya pada hasil, tidak peduli bagaimana cara mencapainya;
d.      Bersembunyi di balik slogan sebagai pelindung, penyelamat, pembela, pahlawan, sehingga sering dipuja/dikultuskan;
e.       Ucapannya diberlakukan sebagai peraturan yang harus dilaksana-kan dan tidak boleh dibantah;
f.       Senjata utamanya adalah hukuman berat bagi anggota yang menentang/berkhianat;
g.      Antaranggota sering terjadi saling curiga; dan
h.      Anggota tidak boleh berinisiatif, bahkan tidak boleh mengomen-tari  ucapan, keputusan, serta perintah pimpinan.
3.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Otokratik Lunak
            Ciri/karakteristiknya:
a.       Pemimpin berorientasi pada hasil dengan dimanipulasi orientasi pada anggota dalam kadar rendah, misalnya dengan memberikan motivasi agar melaksanakan keputusan atasan;
b.      Pemimpin memiliki kemampuan memberikan instruksi untuk meyakinkan anggota untuk kepentingan bersama;
c.       Dalam menuntut ketaatan/kepatuhan anggota dilakukan dengan membuat peraturan, yang sebenarnya lebih banyak untuk mempertahankan kedudukannya;
d.      Pemimpin cenderung kurang percaya diri dalam pembuatan keputusan dengan cara selalu mencari pendukung;
e.       Menolak kreativitas, inisiatif, dll. dari anggota yang bukan kroni atau orang kepercayaannya; dan
f.       Sanksi/hukuman tetap merupakan senjata dalam menuntut kepatuhan anggota, dengan pengawasan ketat.
4.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pembelot (Diserter)
Ciri/karekteristiknya:
a.       Pemimpin menghindar dari tugas dan tanggung jawab mem-pengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan anggota untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan organisiasi;
b.      Pemimpin tidak senang membuat rencana dan melaksanakan kegiatan yang tidak menguntungkan, karena akan menjadi beban yang memberatkan;
c.       Pemimpin cenderung hanya melibatkan diri pada tugas ringan dan mudah;
d.      Pemimpin bersikap keras dalam menggunakan kekuasaan kepada anggota yang tidak mengikuti kemauannya;
e.       Pemimpin senang menyendiri dan tertutup dengan anggota;
f.       Pemimpin cenderung iri hati terhadap teman (sesama pemimpin) yang sukses, dan berusaha menghalanginya dengan cara yang tidak jujur dan tidak sportif;
g.      Pemimpin mudah menyerah jika menghadapi kesulitan. Tugas yang berat akan ditolak, sehingga menjadi beban yang lain;
h.      Pekerjaan yang menguntungkan dirinya akan dilakukan dengan gigih, tetapi jika hanya menguntungkan organisasi akan dikerjakan sekedarnya dengan mutu rendah.
5.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pelindung dan Penyelamat
            Ciri/karakteristiknya:
a.       Pemimpin mengutamakan orientasi hubungan, sehingga terlihat ramah, baik hati, dan suka menolong, sehingga anggota mengikuti arahan/petunjuk pemimpin;
b.      Pemimpin berusaha mencegah konflik, sehingga mereka percaya dan simpati. Tetapi sebenarnya semuanya merupakan sarana untuk memaksakan kehendak pemimpin;
c.       Dalam bekerja pemimpin berusaha menghindari formalitas dan birokrasi, sehingga anggota terkesan memperoleh kemudahan dalam banyak hal. Dampaknya, anggota merasa berhutang budi kepada pemimpin.
d.      Pengawasan dijadikan sarana untuk memberi kesan bahwa pemimpin memperhatikan anggota dalam melaksanakan keputusan, instruksi, dan kebijakannya.
6.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kompromi, cirinya:
a.       Untuk mempertahankan kekuasaannya, pemimpin tidak ber-orientasi pada anggota tetapi pada atasan yang menentukan jabatan kepemimpinannya.
b.      Pemimpin senang memuji, memberi hadiah, dll. berperilaku mengambil hati, berpura-pura, agar tujuannya tercapai;
c.       Melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan, tetapi tujuannya untuk meyakinkan bahwa rencana yang telah disiapkannya diterima dan dilaksanakan;
d.      Sebelum membuat keputusan, pemimpin selalu menghitung untung/rugi bagi dirinya, bukan bagi anggota;
e.       Tidak tertarik pada pengembangan pekerjaan dan organisasi, karena akan menambah beban kerja dan tanggung jawab;
f.       Mampu bekerja sama dengan anggota dalam pengertian dimanfaatkan dan diperalat untuk melaksanakan pekerjaan agar memperoleh penilaian baik terutama dari atasan; dan
g.      Memberikan motivasi kepada anggota secara selektif, terutama bagi bawahan yang melaksanakan pekerjaan yang akan dinilai oleh atasannya sebagai prestasi pemimpin.

B.     TIPE KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
Pada tipe ini manusia sebagai faktor terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Filsafat demokratis yang mendasari tipa dan gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama.
Implementasi demokratis pada tipe kepemimpinan ini antara lain:
  1. Mengakui dan menghargai manusia sebagai makhluk individual, yang memiliki perbedaan kemampuan satu dengan lain;
  2. Memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk mengaktualisasikan diri melalui prestasinya;
  3. Memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk mengembangkan kemampuan masing-masing, dengan meng-hormati nilai/norma yang berlaku;
  4. Menumbuhkan kehidupan bersama melalui kerja sama yang saling menghormati kelebihan dan kekurangan setiap individu;
  5. Memberikan kesempatan setiap individu untuk maju dan bersaing secara jujur/fair dan sehat; dan
  6. Memberikan tanggung jawab dan kewajiban untuk mewujudkan kehidupan bersama yang harmonis, terutama dalam organisasi.

      Tipe kepemimpinan Demokratis juga dapat bergerak dari titik ekstrim tertinggi menuju titik ekstrim terendah, yang meliputi lima gaya kepemimpinan, yaitu: (1) Birokrat, (2) Pembangun/Pengembang Organisasi, (3) Eksekutif, (4) Organisatoris dan Administratif, dan (5) Legitimasi/Resmi atau berdasarkan Pengangkatan (Headmanship). Berikut ini karakteristik masing-masing gaya kepemimpinan tersebut.
1.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Birokrat, ciri/karakteristiknya:
a.       Pemimpin mengutamakan ketaatan pada peraturan dan meka-nisme kerja yang telah ditentukan. Apabila birokrasi dalam pengambilan keputusan terlalu banyak, keputusannya sering terlambat dan kurang menguntungkan;
b.      Pemimpin yang lebih tinggi menuntut ketaatan pemimpin di bawahnya;
c.       Pemimpin berusaha mengembangkan hubungan informal untuk mengimbangi hubungan kerja formal yang statis dan kaku;
d.      Untuk membina kerja sama, dilakukan pemimpin dengan orientasi pada posisi/kedudukan dalam struktur organisasi;
e.       Pemimpin kurang aktif dalam mengembangkan organisasi, karena cenderung tidak menyukai perubahan, meskipun ada gagasan, inisiatif, dan saran dari anggota/bawahan;
f.       Pemimpin lamban dalam mengambil keputusan; dan
g.      Pemimpin lebih menyukai pekerjaan rutin yang statis dan beresiko rendah. 
2.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pengembang dan Pembangun Organisasi (Developer), karakteristiknya:
a.       Pemimpin sangat mahir dalam menciptakan, mengembangkan, dan membina kerja sama untuk mencapai tujuan bersama;
b.      Bekerja secara teratur dan bertanggung jawab, sehingga efek-tivitas kerja tinggi dalam menggerakkan anggota untuk mencapai tujuan;
c.       Mau dan mampu mempercayai orang lain dalam melaksanakan pekerjaan, dengan memberikan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas;
d.      Selalu berusaha meningkatkan kemampuan kerja anggota, agar proses dan hasil kerjanya sesuai standar;
e.       Memiliki kemauan dan kemampuan positif dalam menghargai, menghormati, dan memberdayakan anggota sebagai subjek maupun sebagai individu;
f.       Mau dan mampu membina hubungan manusiwai yang efektif, baik di dalam maupun di luar jam kerja; dan
g.      Yakin bahwa anggotanya merupakan individu yang mampu bertanggung jawab jika diberi kesempatan sesuai batas-batas potensi yang dimiliki.
3.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Eksekutif, karakteristiknya:
a.       Pemimpin yakin bahwa anggotanya dapat bekerja dan menjadi pemimpin sebaik dirinya, sehingga harus dihormati secara manusiawi;
b.      Pemimpin memiliki komitmen tinggi pada kegiatan pengem-bangan kemampuan anggota yang potensial dam bidangnya;
c.       Cenderung berorientasi pada kualitas pelaksanaan tugas dan hasilnya, dengan menetapkan standar pekerjaan yang tinggi;
d.      Pemimpin berdisiplin dalam bekerja, sangat meyakinkan, disegani, dan dihormati anggota;
e.       Selalu berusaha menumbuhkan, memlihara, dan mengembang-kan partisipasi aktif anggota memalui motivasi kerja secara terpadu;
f.       Memiliki semangat, moral, loyalitas, dan dedikasi kerja yang tinggi, sehingga menjadi teladan bagi anggota;
g.      Memiliki kemampuan menumbuhkan kesadaran dan kesediaan bekerja keras untuk menjadi anggota yang sukses, tanpa menekan/memaksa;
h.      Menempatkan dan menghargai anggota sebagai rekan atau partner kerja, tidak sekedar sebagai bawahan/anak buah;
i.        Memiliki kemampuan mewujudkan kualitas kehidupan kerja yang kondusif, sehingga anggota merasa aman, terjamin, dan memiliki kepuasan kerja yang tinggi;
j.        Memiliki perhatian yang positif dalam menyelesaikan konflik antaranggota atau antara anggota dengan pemimpin;
k.      Terbuka terhadap kritik, saran atau pendapat, yang dimanfa-atkan untuk memperbaiki kekeliruan dalam kepemimpinannya;
l.        Mampu membedakan masalah yang perlu atau tidak perlu diselesaikan di dalam maupun di luar rapat, serta memiliki prioritas dalam pemecahan masalah.
4.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Organisatoris dan Adminis-trator, karakteristiknya:
a.       Pemimpin menyukai pembagian kerja yang jelas dengan membentuk unit-unit kerja seperti urusan, seksi, bagian, bidang, divisi, dll.
b.      Pemimpin bekerja secara terencana dengan langkah-langkah yang sesuai dengan fungsi manajemen (perencanaan, peng-organisasian, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan);
c.       Mementingkan tersedianya data/informasi mutakhir baik kuantitatif maupun kualitatif untuk pengambilan keputusan;
d.      Orientasi pada hubungan manusia (dengan anggota) rendah, karena tuntutan utama mematuhi aturan yang berlaku, sehingga ada kecenderungan otoriter dan setiap kesalahan anggota akan dikenakan sanksi/hukuman;
e.       Peraturan digunakan pemimpin untuk menolak inisiatif, gagasan, maupun kreativitas anggota, dan pemimpin tidak menyukai adanya perubahan;
f.       Meyakinkan anggota bahwa ide, inisiatif, dan kreativitas pemimpin harus dilaksanakan dengan tanggung jawab;
5.      Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Resmi
Kepemimpinan ini mendapat legitimasi melalui Surat Keputusan dari pejabat atau pihak yang berwenang. Contohnya: Kepala Biro Keuangan, Presiden, Menteri, Ketua Lembaga Penelitian, dll.
Karakteristiknya:
a.       Pemimpin mempertahankan diri sebagai pelindung anggota, sebagaimana ayah melindungi anggota keluarganya. Pemimpin berusaha mengetahui segala kegiatan/masalah anggota, karena ikut bertanggung jawab atas dampak positif maupun negatifnya;
b.      Pemimpin berada paling depan dalam menghadapi masalah dan penyelesaiannya, baik masalah organisasi maupun masalah pribadi anggota. Harapannya, anggota tetap percaya dan kedudukannya sebagai pemimpin tetap bertahan;
c.       Berusaha mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan anggota maupun kepentingan pribadinya; dan
d.      Gaya kepemimpinannya dijalankan dengan sikap pengabdian, kerelaan berkurban dan kepeloporan yang tinggi dalam mewujudkan kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan organisasi atau kepentingan bersama.

            Ada beberapa perbedaan pokok antara tipe kepemimpinan Otokratis dan tipe kepemimpinan Demokratis:

OTOKRATIS
DEMOKRATIS
·   Lebih berorientasi pada tugas;
·   Mempengaruhi anggota dg. memberitahu pekerjaan & cara melakukannya;
·   Menekankan bahwa kuasa pe-mimpin berasal dari posisi/ ja-batan yg. dimiliki, dan bawahan cenderung malas & sulit diper-caya;
·   Kebijakan dan keputusan lahir dari pemimpin.
·   Lebih berorientasi pada hubungan
·   Berbagi tanggung jawab kepemim-pinan dg. melibatkan anggota dlm. perencanaan & pelaksanaan tugas
·   Menekankan bahwa kuasa pemim-pin berasal dari kelompok yg. di-pimpin, dan bawahan dapat meng-arahkan sendiri & kreatif jika dimo-tivasi;
·   Kebijakan terbuka dari forum diskusi & keputusan kelompok.

C.    TIPE KEPEMIMPINAN BEBAS / PARTISIPATIF (LAISSEZ-FAIRE / FREE-REIN)
         Tipe kepemimpinan ini berpandangan bahwa anggota organisasi mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mengurus dirinya, dengan seminimal mungkin pengarahan dari pimpinan. Tipe kepemim-pinan ini biasanya paling sulit diterapkan oleh pimpinan, karena dia lebih banyak bertindak sebagai pusat informasi dan hanya sedikit melakukan pengawasan. Kontak baru terjadi apabila pemimpin memberikan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dampak yang sering terjadi dalam tipe kepemimpinan ini adalah terjadi kekacauan, karena pemimpin sengaja membiarkan para anggota berbeda kepentingan dan kemampuan untuk bertindak ke arahnya sendiri. Pemimpin lebih banyak berperan sebagai penasihat jika diperlukan. Gaya/perilaku kepemimpinan yang termasuk tipe kepemim-pinan Bebas ini adalah (1) Agitator dan (2) Simbol.
             Dalam perkembangan selanjutnya, seorang pemimpin dalam satu organisasi tidak cukup hanya menerapkan satu tipe/gaya kepemimpinan untuk semua situasi. Setiap organisasi memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dengan organisasi lain. Dalam organisasi sejenis pun akan menghadapi masalah, lingkungan, cara mencapai tujuan, watak/ kepriba-dian pemimpin maupun anggota organisasi, dll. yang berbeda-beda. Setiap saat situasi organisasi maupun situasi personalnya bisa berubah. Untuk itu, akhirnya muncul teori kepemimpinan baru yang dikenal dengan Teori/Pendekatan Kontingensi (Contingency Approach) atau Teori Situasional. Dalam teori/pendekatan ini, gaya kepemimpinan harus disesuaikan dengan situasi organisasi serta situasi orang yang dipimpin, dan dimungkinkan setiap saat berubah. Teori/pendekatan ini juga berpendapat bahwa tidak ada satu jalan (tipe/gaya kepemimpinan) terbaik untuk mengelola dan mengurus satu organisasi, apalagi yang berlaku secara umum untuk semua situasi.

D.    GAYA/PERILAKU KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
Kepemimpinan Situasional dihasilkan dari rangkaian tiga faktor, yaitusifat kepribadian pemimpin, sifat dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yangdiharapkan kepada kelompok
Ada beberapa model kepemimpinan yang merupakan pengem-bangan Teori Kepemimpinan Situasional, yaitu:
1.      Model Kepemimpinan Situasional dari Fiedler
      Ada tiga dimensi dalam situasi yang dihadapi pemimpin:
a.       Hubungan pemimpin dengan anggota;
Situasi akan menguntungkan apabila pemimpin diterima oleh anggotanya, atau sebaliknya.
b.      Derajad dari susunan tugas;
Artinya, setiap orang mengetahui rincian tugasnya, wewenang, serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugas tersebut. 
c.       Posisi kekuasaan pemimpin.
Artinya, kedudukan/posisi kekuasaan formal pemimpin menjadi tegas dan kuat, sehingga mempermudah usahanya dalam mem-pengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku anggota organi-sasinya.
2.      Model Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi dari Reddin
Menurut Reddin, ada tiga pola dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan, yaitu:
a.       berorientasi pada tugas (task oriented);
b.      berorientasi pada hubungan (relationship oriented); dan
c.       berorientasi pada efektivitas (effectiveness oriented).
Dari ketiga orientasi ini, Reddin mengelompokkan ada empat gaya/perilaku yang tidak efektif, yaitu (a) Deserter, (b) Missionary , (c) Autocrat, dan (d) Compromiser. Sedangkan gaya/perilaku kepemim-pinan yang efektif adalah (a) Bureaucrat, (b) Developer, (c) Benevolent Autocrat, dan (d) Executive.
3.      Model Kepemimpinan Kontinum dari Tannenbaum & Schmidt
Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan untuk merealisasikan kepemimpinan yang efektif, yaitu:
a.       kekuatan pemimpin (pendidikan, pengalaman, pribadi, dll.)
b.      kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan (pendidikan, pengalaman, motivasi kerja, tanggung jawab, dll.), dan
c.       kekuatan situasi/interaksi pimpinan dengan anggota  (suasana/ iklim kerja, budaya organisasi, dll.).
Perilaku kepemimpinan pada model ini meliputi:
a.       Pemimpin sebagai pengambil keputusan;
b.      Pemimpin yang menawarkan (menjual) keputusan;
c.       (Pemimpin membuat alternatif keputusan yg. ditawarkan kepada anggota untuk dipilih tanpa diubah).
d.      Pemimpin menyampaikan gagasan, dan meminta anggota memb-hasnya sebelum ditetapkan menjadi keputusan;
e.       Pemimpin menawarkan keputusan yang boleh didiskusikan dan dapat diubah sebelum ditetapkan;
f.       Pemimpin yang menyampaikan masalah, menerima saran, dan membuat keputusan;
g.      Pemimpin yang menyerahkan pembuatan keputusan kepada kelompok, dengan batas-batas tertentu; dan
h.      Pemimpin mempercayakan kepada anggota untuk menjalankan fungsinya dalam batas-batas yang telah ditetapkan pimpinan.
4.      Model Kepemimpinan Situasional dari Hersey dan Blanchard
Model ini bertolak dari prinsip bahwa kepemimpinan  yang efektif dapat diwujudkan melalui kemampuan memilih perilaku/gaya kepe-mimpinan yang tepat berdasarkan tingkat kesiapan (readiness) dan kematangan (maturation) anggota organisasi. Teori ini menyatakan bahwa keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi tingkat kemam-puan (kesiapan & kematangan) anggota organisasi dalam menerima atau menolak pimpinan.
      Gaya/perilaku kepemimpinan dalam model ini terdiri dari:
1.      Telling Style (gaya mengatakan/memerintah/mengarahkan)
a.       Dilaksanakan dengan orientasi pada tugas tinggi, orientasi pada hubungan rendah.
b.      Pemimpin merupakan pusat kegiatan.
c.       Sesuai untuk lingkungan organisasi yang kesiapan & kemata-ngan pribadi anggotanya rendah.
d.      Perlu instruksi spesifik, pengarahan, dan pengawasan ketat.
2.      Selling Style (gaya menawarkan/menjual)
a.       Dilaksanakan dg. orientasi pada tugas dan hubungan tinggi.
b.      Sesuai untuk situasi anggota yg. kesiapan & kematangannya masih rendah dan kemampuan kerja belum memadai.
c.       Pemimpin berperan menawarkan (menjual) tugas-tugas  kepada mereka yang mau & mampu, dengan memberikan pengarahan kepada anggota yg. kemampuan & kemauan kerjanya rendah.
d.      Pemimpin sebagai pengarah dan pendukung anggotanya.
3.      Participating Style (gaya partisipasi)
a.       Dilaksanakan dengan orientasi pada tugas rendah, orientasi pada hubungan tinggi.
b.      Menunjukkan kesediaan & kemampuan pemimpin dalam men-dayagunakan anggota.
c.       Sesuai jika kesiapan & kematangan anggota sudah tinggi.
d.      Pengambilan keputusan dilakukan bersama atau dilakukan sendiri oleh pimpinan sebagai atasan.
4.      Delegating Style (gaya pendelegasian wewenang)
a.       Dilaksanakan dengan orientasi tugas dan orientasi hubungan rendah.
b.      Sesuai jika kesiapan & kematangan anggota sangat tinggi.
c.       Kemampuan & keahlian anggota untuk bekerja juga tinggi, sehingga layak diberikan pelimpahan wewenang.

E.     GAYA/PERILAKU KEPEMIMPINAN KARISMATIK
                        Yaitu gaya/perilaku kepemimpinan berdasarkan karakteristik kualitas kepribadian istimewa pemimpin, karena memiliki daya tarik yang sangat memukau sehingga memperoleh banyak anggota.
      Indikator kepemimpinan karismatik menurut Yulk adalah:
  1. Pengikutnya meyakini kebenarannya dalam cara memimpin;
  2. Pengikutnya menerima gaya kepemimpinannya tanpa bertanya;
  3. Pengikutnya memiliki kasih sayang kepada pemimpin;
  4. Adanya kesadaran untuk mematuhi perintah pemimpin;
  5. Dalam mewujudkan misi organisasi melibatkan pengikutnya seca-ra emosional;
  6. Mempertinggi pencapaian kinerja pengikutnya; dan
  7. Dipercaya pengikutnya bahwa dengan kepemimpinannya akan mampu mewujudkan misi organisasi.

Beberapa karakteristik utama kepemimpinan karismatik antara lain:
  1. Percaya diri, tentang kemampuan dan penilaian dirinya;
  2. Memiliki visi dan tujuan ideal untuk masa depan yang lebih baik;
  3. Mampu mengungkapkan visi secara jelas;
  4. Yakin terhadap visinya, punya komitmen kuat, bersedia menerima resiko, mengeluarkan biaya tinggi, melibatkan diri dalam pengor-banan;
  5. Memunculkan perilaku baru yang tidak konvensional, kadang-kadang keluar aturan;
  6. Dipahami sebagai agen perubahan, bukan pengikut status quo;

7.      Memiliki kepekaan terhadap lingkungan, menilai lingkungan secara realistis, melaksanakan manajemen sumber daya untuk perubah-an.

F.     GAYA/PERILAKU KEPEMIMPINAN AHLI (EXPERT)
                        Merupakan gaya/perilaku yang didasari keahlian tertentu yang dimiliki pemimpin, sesuai bidang pekerjaan utama di organisasi-nya. Gaya ini menekankan bahwa pemimpin harus profesional di bidangnya, karena pendidikan formal atau pengalaman kerja yang lama dalam bidang tersebut.
  1. Gaya/perilaku Kepemimpinan Paternalistik

      Merupakan pemimpin yang memiliki sikap kedewasaan (kebapak-bapakan) dalam arti dapat melindungi, mengayomi, dan menolong anggotanya. Biasanya berlaku untuk masyarakat tradisional/ agraris.

2. Gaya/perilaku Kepemimpinan Transformasional

Merupakan gaya kepemimpinan yang ditandai dengan pemimpin yang memandu/memotivasi anggota untuk mencapai tujuan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas. Kepemimpinan transforma-sional lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan melalui pe-ningkatan konsep diri anggota yang positif.
Ciri-cirinya:
a.  Cenderung karismatik, melalui perumusan visi dan misi yang jelas, bangga terhadap pimpinan;
b.     Mengutamakan inspirasi dengan mengomunikasikan harapan yang tinggi;
c.  Mampu memberikan rangsangan intelektual, menggalakkan kecer-dasan, membangun organisasi belajar, mengutamakan rasionali-tas, dan pemecahan masalah secara teliti;
d.  Mempertimbangkan faktor individu, perhatian secara pribadi, mem-perlakukan anggota secara individu, menyelenggarakan pelatihan, dan menasehati.
Kepemimpinan transformasional berusaha menanamkan dan mendo-rong anggota untuk bersifat kritis terhadap pendapat/ pandangan yang sudah mapan di lingkungan organisasi atau yang ditetapkan oleh pemimpin.
Scott Burd mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan yang diterapkan dalam rangka memperta-hankan pemimpin dan organisasinya dengan cara penggabungan tiga unsur, yaitu strategi, kepemimpinan, dan budaya organisasi.
Strategi mencakup kemampuan dalam menetapkan arah yang akan dituju organisasi, dengan membangun visi dan merumuskan rencana strategis & rencana operasional.
Kepemimpinan, mencakup kegiatan merealisasikan strategi melalui tindakan kepemimpinan transformasional yang sesuai dengan fungsi dan situasi, menjadi pemimpin yang dapat mempengaruhi dan diakui anggota, mampu memotivasi, menciptakan lingkungan kondusif, dan menciptakan cara kerja yang lebih mudah.
Budaya organisasi, merupakan realisasi kepemimpinan transforma-sional yang mencakup kemampuan memotivasi anggota untuk menerapkan strategi, memahami budaya kerja, berlaku adil, mene-rima perubahan yang inovatif, dan membangkitkan semangat kerja tim.



BAB III
TEORI PERILAKU

A.    TEORI PERILAKU
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang.

B.     TEORI DOUGLAS MC. GREGOR
Pada tahun 1950, Douglas McGregor (1906-1964), seorang psikolog yang mengajar di MIT dan menjabat sebagai presiden Antioch College 1948-1954, Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
1.      Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:
  • Tidak menyukai bekerja.
  • Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah.
  • Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
  • Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
  • Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi..

Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y.

2.      Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan
Teori Y.
Teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut :
  1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
  2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
  3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
  4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
  5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.


Berikut akan diberikan perbedaan antara teori X dan Teori Y menurut Douglas McGregor:

Tabel 1.
Perbedaan Antara Teori X Dan Teori Y Douglas Mc Gregor
No.
Teori X
Teori Y
1
Manusia tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya sedapat mungkin.
Kerja adalah hal yang penting bagi perkembangan psikologis manusia.
2
Manusia harus dipaksa untuk mengeluarkan usaha terbaiknya.
Manusia ingin merasa tertarik dengan pekerjaan mereka dan dalam kondisi yang benar, ia dapat menikmati pekerjaan tersebut.
3
Manusia lebih suka diarahkan dari pada menerima tanggung jawab yang berusaha dihindarinya.
Manusia akan mengarahkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.
4

Manusia akan mencari dan menerima rasa tanggung jawab dalam kondisi yang tepat.
5

Disiplin yang diterapkan manusia dalam dirinya sendiri lebih efektif dan dapat bertahan lebih lama dibandingkan bira orang lain yang memaksakan disiplin tersebut.
6
Motivasi utama manusia adalah uang.
Dalam kondisi yang tepat, manusia termotivasi oleh keinginan untuk merealisasikan potensi diri yang dimilikinya.
7
Manusia termotivasi karena merasa terancam.

8
Sebagian besar manusia hanya mempunyai sedikit kreativitas, kecuali dalam mengikuti peraturan manajemen.
Kreativitas dalam kepandaian diterima dan digunakan secara laus.

DAFTAR PUSTAKA

Gea, Antonius Atosokhi, Antonina Panca Yuki W., dan Yohanes Babari. 2003. Relasi Mengenal Diri Sendiri: Character Building I. Jakarta: Gramedia.

Littauer, Florence. 1996. Personality Plus: Bagaimana Memahami Orang lain dengan Memahami Diri Sendiri. Jakarta: BinarupaAksara.

Carnegie, Dale & Associates, Inc., Stuart R. Levine, dan Michael A Crom. 1996. Pemimpin dalam Diri Anda: Cara Memperoleh Teman, Menanamkan Pengaruh terhadap Orang Lain, dan Meraih Keberhasilan dalam Dunian yang Sedang Berubah. Alih bahasa oleh Tuntun Sinaga. Jakarta: Mitra Utama.
Problem Solver & Decision Making Schwartz, David J. 1996. Berpikir dan Berjiwa Besar. Alih bahasa oleh F.X.Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara.

Eales, Rupert – White. 2004. The Effective Leader. Alih Bahasa oleh Emilia Sekti. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Nawawi, Hadari, Prof.Dr. 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Putra, Ichsan S & Ariyanti Pratiwi. 2005. Sukses dengan Soft Skill. Bandung: ITB.



Your comment here

Radio Rodja 756AM

Last Detik News

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Satya Excel Site - ساتيا ممتاز - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger