Hari ini
adalah hari pertama kami menjalani praktik klinik. Kebetulan pada shift pagi
hanya kami berdua yaitu saya dan mas amin teman sekelas kuliah saya. Praktik
kali ini berbeda dengan sebelumnya yang selalu di rumah sakit, yaitu pada stase
keperawatan komplementer dan alternatif. Di hari pertama kami dinas mendapatkan
lahan praktik di sebuah klinik kecil bernama “Enggal Dhangan”. Klinik itu
beralamat di Desa Telogo, Klaten, Jawa Tengah Berbatasan dengan Yogyakarta
bagian timur. Pertama kali ke sana sudah menyasar salah jalan sehingga membuat
saya membutuhkan waktu lebih 30 menit untuk bisa datang ke klinik itu. Akhirnya
saya tiba disana pada pukul 09.30 WIB yang seharusnya dijadwalkan mulai pukul
09.00 WIB. Tetapi itu semua saya jadikan sebagai penglaman dan pembelajaran dalam
memperteguh semangat menuntut ilmu.
Singkat cerita, setelah banyak berbincang-bincang
dengan si pemilik klinik yang bernama Bapak Teuku Nasir ini, banyak
pembelajaran yang saya dapatkan. Beliau sudah sekitar 9 tahun yang lalu sudah
mendirikan klinik ini tepatnya mulai pada tahun 2005 silam. Beliau bisa
melakukan terapi beberapa macam diantaranya Bekam, Akupuntur, Akupresur dan
berbagai keahlian lainnya. Sebuah keterampilan yang luar biasa yang tidak semua
orang bisa seperti beliau. Setelah saya kaji secara mendalam, ternyata beliau bisa mempelajari ilmu itu semua dari
keluarganya. Sudah dari dahulu keluarganya rata-rata menjadi seorang pengobat
atau sekarang lebih dikenal sebagai terapis. Beliau berlatar belakang tidak
kuliah. Hanya bermodalkan penglaman belajar dari keluarga ditambah dengan turut
ikut dalam pelatihan-pelatihan dan seminar, beliau menyempurnakan
keterampilannya.
Di sela perbincangan kami, kemudian saya bertanya
bagaimana cara beliau sampai bisa mendapatkan izin praktik klinik (sekarang
disebut STR : Surat Izin Registrasi) seperti sekarang ini. Beliau bercerita
sebelumnya sedikit sulit untuk mengembangakan usaha ini, karena memang latar
belakang pendidikan beliau bukan orang kesehatan. Tetapi sekarang sudah mudah
untuk bisa praktik mandiri seperti beliau. Kemudian beliau menambahkan sedikit
penglamannya, bahwa salah satu sistem yang dditerapkan beliau dalam memperkenalkan
kliniknya adalah melalui iklan baik iklan elektronik, cetak, serta digital.
Beliau menuturkan bahwa di Indonesia, khususnya di
daerah Yogyakarta masih banyak batasan-batasan dalam periklanan pengobatan
komplementer ini. Contohnya, pada sebuah stasiun televisi swasta di Yogyakarta
dalam hal menampilkan iklan keperawatan akupuntur dilarang
menggunakan/menampilkan tindakan invasif dengan menusukkan jarum ke dalam tubuh
seseorang. Padahal dasar ilmu akupuntur hakikatnya adalah dengan cara penusukan
jarum, dan masih banyak lagi batasan selain keperawatan akupuntur dalam
keperawatan komplementer. Meskipun demikian, beliau yang dilahirkan di Aceh ini
tetap sabar, teguh, terus berupaya dengan segala cara supaya pengembangan
kliniknya bisa dikenal oleh banyak orang.
Heei sobat.,
Ayoo, semangatlah. Melihat kemandirian Bapak Nasir
tadi telah menggugah saya untuk bisa seperti beliau, apalagi saya adalah orang
yang jelas sudah belajar dasar kesehatan. Masih banyak kawan-kawan perawat yang
memandang keperawatan hanya sebatas akan dapat bekerja di rumah sakit, klinik,
dan puskesmas. Padahal banyak sekali peluang yang dapat digali dan dikembangkan
oleh kita khususnya perawat. Tak perlu berkecil hati, selama masih ada waktu
teruslah belajar, kejarlah ilmu itu walaupun harus belajar dari orang yang
berbeda latar pendidikan, berbeda dalam disiplin ilmu. Ilmu itu tidak secara
mutlak kita dapatkan hanya sebatas dalam teori, tetapi pengalamanlah yang
terpenting. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik..
Salam
semangat perawat indonesia.
Yogyakarta,
19 Januari 2015