Selamat datang di Satya Excel Site
Selamat datang di Satya Excel Site, situs pribadi yang dirintis dengan tujuan berbagi pengalaman dan berbagai ilmu pendidikan. Selamat surfing dan gali segala informasi.

Current Time

Ingat Angkringan, Ingat Jogja Istimewa...

Minggu, 01 Februari 2015

Angkringan (berasal dari bahasa Jawa ‘Angkring’ yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobag dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Di Solo dikenal sebagai Warung HIK (“Hidangan Istimewa ala Kampung”) atau Wedangan. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu senthir, dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.

Sejarah angkringan di Jogja merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Angkringan di Yogjakarta dipelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Cawas yang secara adminstratif termasuk wilayah Klaten Jawa Tengah merupakan daerah tandus terutama di musim kemarau. Tidak adanya lahan subur yang bisa diandalkan untuk menyambung hidup, membuat Mbah Pairo mengadu nasib ke kota. Ya, ke sini, ke Yogyakarta.

Mbah Pairo bisa disebut pionir angkringan di Yogjakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu DIY sempat beberapa kali berpindah lokasi. Seiring bergulirnya waktu, lambat laun bisnis ini kemudian menjamur hingga pada saat ini sangat mudah menemukan angkringan di setiap sudut Kota Jogja. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Jogja, bahkan di luar Jogja.

Berbeda dengan angkringan saat ini yang memakai gerobak, diawal kemunculannya angkringan menggunakan pikulan sebagai alat sekaligus center of interest. Bertempat di emplasemen Stasiun Tugu Mbah Pairo menggelar dagangannya. Pada masa Mbah Pairo berjualan, angkringan dikenal dengan sebutan “ting-ting hik” (baca: hek). Hal ini disebabkan karena penjualnya berteriak “Hiiik…iyeek” ketika menjajakan dagangan mereka. Istilah “hik” sering diartikan sebagai Hidangan Istimewa Kampung. Sebutan hik sendiri masih ditemui di Solo hingga saat ini, tetapi untuk di Jogja istilah angkringan lebih populer.

Demikian sejarah angkringan di Jogjakarta bermula.
Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.

Meski harganya murah dan terkadang di cap warung rendahan, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, budayawan, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.

Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekedar melepas lelah.

Akrabnya susana dalam angkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk kedalam tempat tetapi ke suasana, beberapa acara meng-adopsi kata angkringan untuk menggambarkan suasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan.

Siapa yang tidak mengenal jenis tempat makan yang satu ini. Setiap orang yang pernah tinggal di kota pelajar ini pasti sudah tak asing lagi dengan kata “angkringan”, bahkan tidak afdhol siapapun yang pernah ke Jogja jika tidak mampir di angkringan.

Di era digital dan modernisasi ini, sudah mulai berkembang berbagai macam angkringan yang dikombinasikan dengan nuansa modern, contohnya dari ruangan menggunakan lampu pijar lisrik juga pengunjung dimanjakan dengan adanya hotspot gratis yang bisa dijadikan tempat diskusi, rapat atau tempat berkumpul dengan keluarga besar.



Berdasarkan itu semua, dari angkringan, dapat kita ambil sebuah pelajaran baru, diantaranya adalah:
  1. Openness
    Keramahan dan kehangatan yang selalu dikedepankan oleh penjualnya seakan memberikan sebuah pesan tersirat bahwa ia selalu terbuka dan ingin menjalin sebuah hubungan yang lebih erat dengan setiap pelanggannya yang datang.
  2. Loyallty dan Persevering
    Angkringan berdasarkan sejarahnya hanya buka pada malam hari saja, tetapi lambat laun ada juga yang buka pagi hingga siang hari bahkan 24 jam. Wajah-wajah letih, lusuh dan lelah itu tak pernah mereka tampakkan. Ketekunan dan kesabaran mereka yang tetap setia dengan gigih dari petang hingga petang lagi memberikan pelayanan terbaiknya dengan wajah yang selalu tersenyum.
  3. Prosperity
    Dari angkringan kita dapat menilai, betapa makmur/sejahteranya rakyat suatu daerah dengan sehingga angkringan di kota yang disebut Kota Gudeg ini juga bisa menjamur hingga seperti sekarang. Bukan angkringannya, tetapi kesejahteraan rakyat kecillah kita nilai. Angkringan mencerminkan betapa optimisnya rakyat kecil untuk selalu melakukan kegiatan ekonomi yang kesemuanya akan kembali kepada pendapatan daerah di Yogyakarta. Penataan ruang, pemberdayaan sosial pemerintah dinas sosial dalam memberantas kemiskinan, regulasi harga sembako yang murah, hingga berbagai lembaga sosial swasta yang lain berdedikasi untuk mendayagunakan dan mengajarkan masyarakatnya untuk tidak menjadi penganguran. 
  4. "Self Esteem
    Metode penjualan ala angkringan yang menerapkan self service (pelayanan sendiri) menunjukkan tingginya rasa menghargai seorang penjual di angkringan kepada setiap customer-nya. 
Heey, soob,..
Buat kamu yang mungkin belum pernah atau akan liburan ke Kota Gudeng ini, jangan lupa singgah di angkringannya ya, saya tunggu kedatanganmu... ;)

Tagline : #JogjaIstimewa 


Satya Putra Lencana
Yogyakarta, 01 Februari 2015


KARENA BERBAGI ITU, INDAH...

Jumat, 30 Januari 2015


Selasa, 27 Januari 2015. Yap ini adalah kali ketiga kami ikut kegaitan bakti sosial bersama dengan Bapak Tri. Kegiatan bakti sosial kali ini beralamat di Desa Wirosaban, Bantul, Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin bulanan yang diadakan atas kerjasama antara Simply Home Guest House dengan Terapi Madinah. Kami beranggotakan 5 orang diantaranya saya sendiri, suip, khalid makky, Bapak Errick Endra Cita S. Kep, Ns., CWCS (Ketua Program Profesi Ners Stikes Madani Yogyakarta) juga Bapak Tri Hardi Miftahul Ulum S. Kep, Ns., SKP, CH (Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Madani Yogyakrta dan Pendiri Terapi Madinah Yogyakarta).
Kami datang tepat waktu beberapa menit lebih awal sebelum acara dimulai pada pukul 10.00 WIB. Setibanya di sana kami langsung menyiapkan tempat, alat sekaligus pembagian job pada saat pelaksanaan nanti. Dosen kami Bapak Errcik (*nama panggilan) bertugas menjadi receptionist di meja depan dan melakukan pengukuran tekanan darah, dan status gizi (TB, BB) klien. Kemudian masuk kedalam di meja kedua ada Bapak Tri (*nama panggilan) bertugas sebagai edukator pendidikan kesehatan (konsultasi kesehatan gratis) dan Suip sebagai pemeriksa kadar GDS (glukosa, dan urin acid) klien. Kemudian di stase ketiga ada saya dan makky sebagai terapis (Head massase, back massase, gua sha, dan yumeiho).
Pada baksos hari ini, ada beberapa macam kegiatan selain pelayanan kesehatan gratis dari kami, termasuk bazar pakaian layak pakai dan disambung pembagian sembako pada pukul 12.00 WIB dan kesemuanya ditujukan kepada masyarakat umuum. Dari banyaknya masyarakat yang datang panitia memberikan kuota pemeriksaan kesehatan gratis sebanyak 30 orang dan sisanya bisa mengikuti bazar murah serta pembagian sembako.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung dengan klien, testimoni mereka mengatakan bahwa pemeriksaan kesehatan gratis ini sangat membantu mereka yang tidak mampu dalam biaya untuk melakukannya. Tidak hanya itu, mereka juga mengatakan bahwa berkat kegiatan ini, mereka yang tidak tahu dan tidak mau, menjadi memiliki keinginan untuk mempertahankn dan meningkatkan derajat kesehatannya baik dari yang muda hingga yang lanjut usia.
Salah seorang klien yang beralamat asli dari Garut, Jawa Barat mengungkapkan sangat kagum dengan kami yang masih muda tetapi begitu piawai dalam mengayomi masyarakat yang membutuhkan perhatian kesehatan. Terlebih di usia senjanya menginjak yang 70 tahun, beliau menutur sangat interest dalam perbincangan seputar menjaga kesehatannya seperti makanan, lifestyle yang beresiko potensial menyebabkan hipertensi, stroke, serangan jantung, dan banyak lagi yang lainnya.
Beliau sangat berterimakaasih atas semua yang telah kami berikan kepadanya sampai-sampai mengira kami adalah dokter. Lalu kami jelaskan bahwa kami adalah perawat, mitra dokter. Lanjut saya jelaskan, bahwa tidak semua pemberi layanan kesehatan itu hanya dokter, tenaga medis yang lainpun seperti perawat bisa memberikan yang terbaik bagi klien atau bahkan siapapun yang berkompeten dibidang keshatan sesuai disiplin ilmunya.
Hey sobatku,.
Seberapa sedikit/banyaknya ilmu yang kita miliki, dimanapun, bagaimanapun dan kapanpun keadaanya, kita harus siap. Ilmu itu tidak akan membekas hingga kita bisa membagikannya kepada orang lain. Kita sebagai profesi muda harus menunjukkan bahwa profesi perawat adalah termasuk elemen dasar penting dalam tatanan pemrintahan, pelaksana tenaga kesehatan (care giver), sampai pendidik kesehatan kepada masyarakat.
Karena berbagi itu, indah...

Satya Putra Lencana

Yogyakarta, 27 Januari 2015

YANG KECIL BUKAN KERDIL, TEMUKAN TITIK KEBAHAGIAAN HIDUPMU


Alhamdulillah, hari ini adalah hari pertama kami dinas di tempat yang kedua yaitu tepatnya di BRH (Baitul Ruqyah Asy’Syariyyah Wal Hijamah). Tempat praktik kami yang beralamatkan di Jalan Nyi Pembanyun No. 14, Kota Gede, Yogyakarta ini tidak mendirikan papan pemberitahuan atau baliho yang cukup besar yang menyebabkan kami kesulitan meneuknannya dan lagi-lagi kami salah jalan lebih kurang 500 meter sehingga membuat kami harus memutar berbalik arah menggunakan armada roda dua. Perlahan kami mengamati dengan seksama tanda tempat BRHnya. Setelah diberi petunjuk oleh salah seorang warga hanya butuh waktu 1 menit kami langsung menemukan tempatnya. Syukurlah...

Tempat praktik kami kali ini walaupun tidak terlalu luas, namun terasa asri dan lebih nyaman dibanding dengan yang sebelumnya. Ya, terus terang saja melihat tempat yang bisa dibilang seperti villa ini langsung membuat saya merasa betah tinggal di dalamnya. Penataan ruang receptionist, kebun bunga dan ruang perawatan untuk pelayanan pasien yang rapih terasa seperti rumah sendiri juga dilengkapi dengan obat-obatan herbal, jajanan retail, poster, berkas do’a, serta penyediaan bacaan majalah islami gratis bagi pengunjung. Walau kecil, sungguh penataanya sangat rapih, bersih serta menerapkan nilai-nilai islami dalam setiap sudut bangunannya, ada Ruang Ruqyah, Ruang Perawatan Bekam Putra dan Bekam Putri.

Sebuah tempat praktik yang termasuk keperawatan alternatif dan komplementer ini memiliki 2 jenis pelayanan, sesuai namanya yaitu Terapi Ruqyah dan Terapi Hijamah (Di Indonesia dikenal dengan “Bekam”). Awal kami (saya, amin dan suip) mengetuk pintu dan mengucapkan salam, terdengar sahut jawab salam yang hangat dari dalam. Ya, beliau adalah Bapak Nur salah satu pengelola di BRH tersebut. Dengan ramah dan lemah lembut beliau langsung mengetahui bahwa kami adalah mahasiswa pengganti dinas yang sebelumnya dari institusi yang sama. Tak lama kemudian kami dipersilahkan masuk ke ruang dalam untuk meletakkan barang bawaan dan berorientasi tempat secara mandiri. Di awal pagi ini langsung banyak pasien yang datang, oleh karenanya Bp. Nur tidak sempat mengorientasikan kami. Selang beberapa menit saja sudah tiga pasien beserta keluarganya datang.

Tempat praktik pengobatan yang di bawah naungan Assosiasi Ruqyah Syar’iyyah Indonesia (ARSYI) ini merupakan salah satu dari beberapa tempat pengobatan dengan berkedudukan di Kota Yogyakarta. Di antaranya di kota yang lain di Indonesia adalah di Jakarta sebagai Pusat ARSYI, Surabaya, Medan, Pemalang, Pekalongan, dan masih banyak lagi.

Setelah saya kaji lebih dalam dari beberapa sumber, ternyata tempat praktik kami yang kedua inipun didirikan oleh seorang yang bukan berlatarbelakang pendidikan kesehatan juga seperti di “Enggal Dhangan” Klaten yang pernah saya ceritakan minggu lalu. Pendiri BRH ini adalah Ustad H. Fadlan Abu Yasir, Lc (Penulis Buku : “Menjadi Muslim Sehat dan Hebat dengan Ruqyah Syar’iyyah”). Beliau adalah salah satu alumni Universitas Madinah di Timur Tengah. Beliau dan keluarga mendirikan BRH atas dasar visi ingin menjadikan ini sebagai salah satu solusi hidup sehat yang islami dalam bentuk pengobatan juga sebagai media dakwah kepada setiap klien/pasiennya yang berobat di tempat tersebut.

Benar-benar tak ku sangka, tempat pengobatan sederhana yang didirikan di sebuah kota tua awal terbentuknya Kerjanaan dan Negara Indonesia-Yogyakarta ini menyimpan banyak cerita prestasi yang bisa dibilang bisa mengangkat nama bangsa Indonesia di dunia internasional walaupun tak banyak yang menyadarinya. Bagaimana tidak, BRH yang didirikan pada tahun 1995 ini, ternyata sering dikunjungi berbagai peneliti/ilmuan yang datang dari berbagai manca negara diantaranya seorang doktor dari Jepang, berrbagai Ilmuan dari Indonesia bahkan pada hari ini BRH kedatangan empat orang tamu dari Negeri Jiran Malaysia yang didampingi oleh salah seorang pegawai Rumah Sakit Nur Hidayah Yogyakarta. Mereka adalah mahasiswa yang ingin meneliti hubungan antara disiplin ilmu medis dengan ruqyah yang secara empiris sudah terbukti kebenarannya bahwa bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti Chest Pain, Epilepsi, dan berbagai gangguan jin serta ilmu sihir.

Pegawai di BRH ini bukan merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi dan dari daerah jauh, kebanyakan mereka adalah warga, sanak kerabat Ust. Fadlan yang tinggal di daerah Yogyakarta sekitar BRH. Dari sini saya menyadari bahwa yang “Kecil bukanlah Kerdil”.

Tidak hanya itu yang membuat saya kagum, Pak Nur, pegawai bagian receptionist dan administrasi ini mengungkapkan pengalaman hidupnya yang membuat kami sempat ter-enyuh mendengarnya. Beliau bercerita bahwa dulu beliau adalah seorang yang ingin bekerja di dunia Marketing (Pemasaran). Sudah 17 perusahaan pernah beliau ajukan diri dan semuanya diterima, tetapi karena kurang kepercayaan diri beliau membatalkan itu semua. Beliau dahulu pernah bekerja di Malioboro Mall sebagai pramuniaga sekitar tahun 2006 dengan gaji +/- Rp. 400.000,-. Pada zaman tersebut sudah termasuk cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup standar di Yogyakarta. Kemudian beliau melanjutkan karir menjadi seorang manajer di sebuah Perusahaan Samsung di Yogyakarta juga yang bisa dibilang gajinya sebulan bisa lebih dari cukup jika hanya untuk sekedar gonta-ganti sebuah sepeda motor.

Beliau yang lulusan S2 Fakultas Dakwah UIN ini setelah beberapa tahun bekerja, kemudian merasa gersang, kurang nyaman dengan pekerjannya disamping masalah keluarga sehingga mendorongnya mencoba memeriksakan diri datang ke BRH. Setelah berkonsultasi dengan Ust. H. Fadlan tentang masalahnya tersebut, akhirnya Pak Nur ditawarkan oleh Ust. Fadlan untuk mencoba bekerja di BRH, dan sampai sekarang ini alhamdulilllah sudah menjadi pegawai tetap sekitar 5 tahun yang silam beserta istrinya yang ditarik bekerja di luar menjadi pegawai BRH juga. Beliau menuturkan bahwa jika mau membandingkan mungkin bisa dihitung satu per seratusnya kali lipat (1/100) besarnya gaji yang sekarang dengan yang dahulu. Meskipun begitu, beliau tidak mengapa. Walaupun dengan resiko yang jauh berbeda itu, beliau dari BRH belliau bisa belajar mengaji, belajar praktik bekam dan ruqyah serta menerapkan ilmu manajemennya. Beliau dan keluarga akhirnya menemukan titik kenyamanan dalam hidupnya beserta keluarga yang tidak bisa dinilai dari apapun.
Dan dari sini saya menyadari bahwa menemukan “Titik Kebahagiaan Hidup” itu lebih penting dibanding segalanya. MasyAllah...

Sobatku,
Mari berfikir dan merenung sejenak, setiap usaha yang kita lakukan semuanya mustahil tanpa adanya kerja keras, ketekunan, kesabaran hingga bantuan ulur tangan kerjasama orang lain. Sekecil apapun itu, sabar dan perjuangkanlah, hingga saatnya keberhasilan itu dapat diraih. Keberhasilan itu tidak datang, tetapi kita harus menjemputnya. Andai kata kecil hasil yang didapat, tetapi ingatlah bahwa “kecil bukanlah kerdil”, berhasil tidak dinilai dari materi tetapi dinilai seberapa bermanfaat bagi orang lain. Tidak perlu mencari penghargaan orang lain, hargai dirimu, maka orang lain akan menghargaimu.

Tanyakan hatimu, apakah keadaanmu saat ini sudah sesuai dengan kebutuhanmu bukan keinginanmu. Tak usah takut gagal dan jatuh, temukan “titik kenyamanan hidupmu”. 

Satya Putra Lencana

Yogyakarta, 26 Februari 2015

PENGALAMAN ITU PENTING..!!

Selasa, 20 Januari 2015


Hari ini adalah hari pertama kami menjalani praktik klinik. Kebetulan pada shift pagi hanya kami berdua yaitu saya dan mas amin teman sekelas kuliah saya. Praktik kali ini berbeda dengan sebelumnya yang selalu di rumah sakit, yaitu pada stase keperawatan komplementer dan alternatif. Di hari pertama kami dinas mendapatkan lahan praktik di sebuah klinik kecil bernama “Enggal Dhangan”. Klinik itu beralamat di Desa Telogo, Klaten, Jawa Tengah Berbatasan dengan Yogyakarta bagian timur. Pertama kali ke sana sudah menyasar salah jalan sehingga membuat saya membutuhkan waktu lebih 30 menit untuk bisa datang ke klinik itu. Akhirnya saya tiba disana pada pukul 09.30 WIB yang seharusnya dijadwalkan mulai pukul 09.00 WIB. Tetapi itu semua saya jadikan sebagai penglaman dan pembelajaran dalam memperteguh semangat menuntut ilmu.
Singkat cerita, setelah banyak berbincang-bincang dengan si pemilik klinik yang bernama Bapak Teuku Nasir ini, banyak pembelajaran yang saya dapatkan. Beliau sudah sekitar 9 tahun yang lalu sudah mendirikan klinik ini tepatnya mulai pada tahun 2005 silam. Beliau bisa melakukan terapi beberapa macam diantaranya Bekam, Akupuntur, Akupresur dan berbagai keahlian lainnya. Sebuah keterampilan yang luar biasa yang tidak semua orang bisa seperti beliau. Setelah saya kaji secara mendalam, ternyata beliau  bisa mempelajari ilmu itu semua dari keluarganya. Sudah dari dahulu keluarganya rata-rata menjadi seorang pengobat atau sekarang lebih dikenal sebagai terapis. Beliau berlatar belakang tidak kuliah. Hanya bermodalkan penglaman belajar dari keluarga ditambah dengan turut ikut dalam pelatihan-pelatihan dan seminar, beliau menyempurnakan keterampilannya.
Di sela perbincangan kami, kemudian saya bertanya bagaimana cara beliau sampai bisa mendapatkan izin praktik klinik (sekarang disebut STR : Surat Izin Registrasi) seperti sekarang ini. Beliau bercerita sebelumnya sedikit sulit untuk mengembangakan usaha ini, karena memang latar belakang pendidikan beliau bukan orang kesehatan. Tetapi sekarang sudah mudah untuk bisa praktik mandiri seperti beliau. Kemudian beliau menambahkan sedikit penglamannya, bahwa salah satu sistem yang dditerapkan beliau dalam memperkenalkan kliniknya adalah melalui iklan baik iklan elektronik, cetak, serta digital.

Beliau menuturkan bahwa di Indonesia, khususnya di daerah Yogyakarta masih banyak batasan-batasan dalam periklanan pengobatan komplementer ini. Contohnya, pada sebuah stasiun televisi swasta di Yogyakarta dalam hal menampilkan iklan keperawatan akupuntur dilarang menggunakan/menampilkan tindakan invasif dengan menusukkan jarum ke dalam tubuh seseorang. Padahal dasar ilmu akupuntur hakikatnya adalah dengan cara penusukan jarum, dan masih banyak lagi batasan selain keperawatan akupuntur dalam keperawatan komplementer. Meskipun demikian, beliau yang dilahirkan di Aceh ini tetap sabar, teguh, terus berupaya dengan segala cara supaya pengembangan kliniknya bisa dikenal oleh banyak orang.
Heei sobat.,
Ayoo, semangatlah. Melihat kemandirian Bapak Nasir tadi telah menggugah saya untuk bisa seperti beliau, apalagi saya adalah orang yang jelas sudah belajar dasar kesehatan. Masih banyak kawan-kawan perawat yang memandang keperawatan hanya sebatas akan dapat bekerja di rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Padahal banyak sekali peluang yang dapat digali dan dikembangkan oleh kita khususnya perawat. Tak perlu berkecil hati, selama masih ada waktu teruslah belajar, kejarlah ilmu itu walaupun harus belajar dari orang yang berbeda latar pendidikan, berbeda dalam disiplin ilmu. Ilmu itu tidak secara mutlak kita dapatkan hanya sebatas dalam teori, tetapi pengalamanlah yang terpenting. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik..

Salam semangat perawat indonesia.

Yogyakarta, 19 Januari 2015

Your comment here

Radio Rodja 756AM

Last Detik News

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Satya Excel Site - ساتيا ممتاز - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger