LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN KEBUTUHAN ELIMINASI
Disusun Oleh :
Satya Putra
Lencana
M11.01.0015
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN
ELIMINASI
A. LATAR BELAKANG
Eliminasi materi sampah merupakan
salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui
paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan
karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada
jaringan. Hamper semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium /
keringat.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan
kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam. Eliminasi urin
secara normal bergantung pada pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah ;
jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin
juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi
kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh.
Pengeluaran sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi
sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan.
B. TUJUAN :
- Untuk mengetahui konsep eliminasi sampah dan metabolisme tubuh
- Untuk mengetahui fisiologi proses eliminasi dalam tubuh
- Untuk mengetahui gangguan eliminasi urine dalam tubuh
- Untuk mengetahui masalah dalam eliminasi fecal
- Untuk mangetahui proses keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada proses eliminasi.
A.
KONSEP DASAR
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Eliminasi merupakan proses
pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu
eliminasi urin (BAK) dan eliminasi fekal (BAB/Alvi).
Kebutuhan eliminasi urin adalah
proses pembuangan sisa-sisa metabolisme berupa urin.
- Miksi (Berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini
terjadi dari dua langkah utama yaitu :
a.
Kandung kemih secara progresif terisi
sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua.
b.
Timbul refleks saraf yang disebut
refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau
jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis,
refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau
batang otak.
- Refleks Berkemih
Kita dapat mengetahui selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai
kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam
dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang
dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya
oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada
tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung
kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan
kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf
parasimpatis melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya
secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih
terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan
kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang
sendiri. “ Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan
reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik
ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks
kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang
lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah
beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini
mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti,
menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi refleks
berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :
a.
Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
b.
Periode tekanan dipertahankan dan
c.
Kembalinya tekanan ke tonus basal
kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung
kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi
selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih
lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih
menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks
lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal
konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika
tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks
berkemih menjadi makin kuat.
B.
KONSEP DASAR
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI FECAL
Kebutuhan eliminasi fekal adalah
proses pembuangan sisa-sisa metabolisme berupa feses.
- Susunan feses terdiri dari :
a.
Bakteri yang umumnya sudah mati
b.
Lepasan epitelium dari usus
c.
Sejumlah kecil zat nitrogen terutama
musin (mucus)
d.
Garam terutama kalsium fosfat
e.
Sedikit zat besi dari selulosa
f.
Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan
air (100 ml)
- Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fecal
a.
Usia dan perkembangan : mempengaruhi
karakter feses, control
b.
Diet
c.
Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
d.
Aktifitas fisik : Merangsang
peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
e.
Faktor psikologik
f.
Kebiasaan
g.
Posisi
h.
Nyeri
i.
Kehamilan : menekan rectum
j.
Operasi & anestesi
k.
Obat-obatan
l.
Test diagnostik : Barium enema dapat
menyebabkan konstipasi
m.
Kondisi patologis
n.
Iritan
C.
FISIOLOGI
PROSES ELIMINASI DALAM TUBUH
- Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
a.
Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna
coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior
terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal
terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari
ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12
cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak
dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses
eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di
kelilingi oleh lapisan lemak.
b.
Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar
pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki
panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang
pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul
(pelvis) pada sambungan ureter ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter
kekandung kemih umumnya steril.
c.
Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul
dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong,
berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih
disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas
ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung
kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos
dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik
berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu,
potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke
sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan
segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari
kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian
terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju
leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih
pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa
kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae.
Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique
melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa
kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan
dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya
secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar
kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai
tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital,
yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot
ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih,
yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah
kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan
miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
d.
Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi
membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar
uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri.
Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
e.
Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan
medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah
serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior
bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks
yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding
kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting
untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang
berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini
adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada
sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis
melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula
spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan
sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik
juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan
sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung kemih. Urin yang
keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan
yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada
komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai
kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan
kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan
kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun
sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah
kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus
intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum
kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm
menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding
kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama
berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang
peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam
ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi
kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih
kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak
selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin
dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut
refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter
dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan
struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
f.
Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan
Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter
tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks
simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal,
dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut
refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang
berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
- Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika
padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks
otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan
berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi
di kolon.
Anatomi
fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
a.
Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan. Mengunyah
dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran
pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring,
dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam
lambung.
b.
Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin.
Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang
berguna untuk perlindungan.
c.
Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan
dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara
bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai
gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung
distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan lembek makanan
telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter
pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan
kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
d.
Usus kecil
Usus kecil
(halus) mempunyai tiga bagian :
1)
Duodenum, yang berhubungan langsung
dengan lambung
2)
Jejenum atau bagian tengah dan
3)
Ileum
e.
Usus besar (kolon)
Kolon orang
dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50
–60 inch, terdir
dari :
1)
Sekum, yang berhubungan langsung dengan
usus kecil
2)
Kolon, terdiri dari kolon asenden,
transversum, desenden dan sigmoid.
3)
Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat
makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama
perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air
diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama
usus besar (kolon) adalah :
1)
Menerima chyme dari lambung dan
mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi /
penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.
2)
Mengeluarkan mukus yang berfungsi
sebagai protektif sehingga akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri
dan trauma asam yang dihasilkan feses.
3)
Sebagai tempat penyimpanan sebelum
feses dibuang.
f.
Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ±
2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch,
mempunyai dua spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter)
Fisiologi
Defekasi
Defekasi adalah
pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi
biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
1)
Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi
suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang
ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar.
2)
Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal
cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan
rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.
Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan
di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah
rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja
dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung
kumpulan feses
D.
GANGGUAN
ELIMINASI URINE
Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum.
Salah satu yang tersering ialah gangguan urine.
Gangguan
eliminasi urine kemungkinan disebabkan : (Supratman. 2003)
- Inkopenten outlet kandung kemih;
- Penurunan kapasitas kandung kemih;
- Penurunan tonus otot kandung kemih;
- Kelemahan otot dasar panggul.
Beberapa
masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
- Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan
penyebabnya :
a.
Operasi pada daerah abdomen bawah.
b.
Kerusakan ateren
c.
Penyumbatan spinkter.
d.
Tanda-tanda retensi urine :
e.
Ketidak nyamanan daerah pubis.
f.
Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
g.
Urine yang keluar dengan intake tidak
seimbang.
h.
Meningkatnya keinginan berkemih.
i.
Enuresis
- Tinusis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam
hari.
Kemungkinan
peyebabnya :
a.
Kapasitas kandung kemih lebih kecil
dari normal.
b.
Kandung kemih yang irritable
c.
Suasana emosiaonal yang tidak
menyenangkan
d.
ISK atau perubahan fisik atau revolusi.
- Inkontinensia
Inkontinesia
Urine ialah BAK yang tidak terkontrol.
Jenis
inkotinensis :
a.
Inkontinensia
Fungsional/urge
Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine
karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet
sebelum berkemih.
Faktor Penyebab:
1)
Kerusakan untuk mengenali isyarat
kandung kemih.
2)
Penurunan tonur kandung kemih
3)
Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4)
Lingkungan
5)
Lanjut usia.
b.
Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran
urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab
:
1)
Inkomplet outlet kandung kemih
2)
Tingginya tekanan infra abdomen
3)
Kelemahan atas peluis dan struktur
pengangga
4)
Lanjut usia.
c.
Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine
terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab
:
1)
Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2)
Penurunan isyarat kandung kemih
3)
Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4)
Penurunan tonus kandung kemih
5)
Kelemahan otot dasar panggul.
6)
Penurunan perhatian pada isyarat
kandung kemih
d.
Inkontenensia Dorongan
Adalah keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluarana urin tanpa sadar, terjadi setelah merasa dorongan yang
kuat untuk berkemih
Penyebab :
a.
Penurunan
kapasitas kandung kemih
b.
Infeksi
saluran kemih
c.
Minum
alcohol atau kafein
d.
Penigkatan
cairan
e.
Peningkatan
konsentrasi urine
f.
Distensi
kandung kemih yang berlebihan.
e.
Inkontenensia reflex
Adalah keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang
dpat di[perkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Penyebab : Kerusakan neurologis
(lesi medulla spinalis)
Tanda-tandanya :
1)
Tidak
ada dorongan utnuk berkemih
2)
Merassa
bahwa kandung kemih penuh
3)
Kontraksi
atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada intervalteratur.
- Enuresis
Adalah ketidaksanggupan menahan
kemih (mengompol) yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter
eksterna. Enuresis terjadi pada anak-anak atau orang ngompol.
Penyebab enuresis :
a.
Kapasitas
vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
b.
Anak-anak
yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak
diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.
c.
Vesika
urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urin dalam jumlah
besar.
d.
Suasana
emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara
kandung atau cekcok dengan orant tua).
e.
Orang
tua yang mempunya pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaanya tanpa dibantu
untuk mendidiknya.
f.
Infeksi
saluran kemih atau perubahan fisik neurologis system perkemihan
g.
Makanan
yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pemedas.
h.
Anak
yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi
E. PERUBAHAN POLA BERKEMIH
- Frekuensi
Yaitu meningkatnya
frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan. Biasanya terjadi pada cystitis, stress, dan wanita hamil.
- Urgency
Yaitu perasaan ingin berkemih dan biasanya terjadi
pada anak-anak karena kemampuan spinkter untuk mengontrol berkurang.
- Disuria
Yaitu adanya rasa
sakit atau kesulitan dalam berkemih, misalnya pada ISK, trauma, dan striktur uretra.
- Poliuria
Yaitu produksi urin melebihi batas
normal, tanpa meningkatnya intake cairan misalnya pada pasien DM.
- Urinari Suppresion
Yaitu keadaan yang
mendesak dimana produksi urine sangat kurang. Keadaan dimana ginjal tidak dapat memproduksi urine secara
tiba-tiba.
Anuria = Urin < 100 ml/24 jam
Oliguria = Urin 100 – 1500 ml/24 jam
F.
GANGGUAN ELIMINASI FECAL
- Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang. BAB yang
keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada
di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
a.
Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti
sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
b.
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang
serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
c.
Meningkatnya stress psikologik. Kurang
olahraga / aktifitas : berbaring lama.
d.
Obat-obatan : kodein, morfin, anti
kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot
intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
e.
Usia, peristaltik menurun dan otot-otot
elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
f.
Penyakit-penyakit : Obstruksi usus,
paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
g.
Impaction
Impaction
merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang
keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai
pada kolon sigmoid.
Penyebabnya
pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan
pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya :
tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
- Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang
tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat
mengontrol dan menahan buang air besar (BAB).
- Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter
anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
- Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus
adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan
di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang
kol.
- Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat
BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
KEBUTUHAN ELIMINASI
A.
PENGKAJIAN
Tanggal
Masuk :
Jam :
No. CM :
Tanggal
Pengkajian :
Jam :
Diagnosa
Medis :
- BIODATA
a. Identitas klien
Nama :
Tempat Tanggal
Lahir :
Umur :
Jenis
kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjan :
Suku /
Bangsa :
Status :
No. CM :
Alamat :
b. Identitas penanggung jawab
Nama :
Tempat Tanggal
Lahir :
Umur :
Jenis
kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku /
Bangsa :
Status :
- Alamat :
Hub.dg
klien :
- RIWAYAT KESEHATAN
a.
Keluhan
utama
Keluhan utama yang biasanya muncul
adalah BAB lebih
dari 3 x, konstipasi, impaksi, diare dan sebagainya.
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang. BAB yang
keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada
di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
- Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
- Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
- Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
- Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
- Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
- Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan
feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya
pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan
pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya :
tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
b.
Riwayat
penyakit sekarang
Perlu dikasi
warna BAB (kuning, kuning kehijauan, hijau), bercampur lendir dan darah atau
lendir saja. Tentukan konsistensinya (encer,padat), tentukan frekuensinya (>
3 kali sehari).
Perlu dikaji
waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), > 7 hari ( diare berkepanjangan),
> 14 hari (diare kronis).
- Waktu terjadinya sakitKapan mulai terjadi konstipasi/diare dan seberapa sering atau frekuensinya yang dirasakan,
- Ø Proses terjadinya sakit
- Perlu dikaji bagaiamana proses dapat terjadinya konstipasi/diare, dan kapan mulai terjadinya.
- Ø Upaya yang telah dilakukan selama sakit
- Ø Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
c.
Riwayat
penyakit dahulu.
Perlu dikaji
apakah pasien pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
d.
Riwayat
kesehatan keluarga.
Ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang mengalami sakit seperti pasien sebelumnya, apakah sebelumnya
pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini.
e.
Riwayat
kesehatan lingkungan klien
Perlu dikaji
penyimpanan makanan, apakah pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
f. Riwayat Pertumbuhan
dan perkembangan
1) Pertumbuhan
Ø Kenaikan BB karena
umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
Ø Kenaikan
linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
Ø Tumbuh gigi
8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
Ø Erupsi gigi
: geraham perama menusul gigi taring.
2) Perkembangan
Ø Tahap
perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran
tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri
sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).
Ø Tahap
perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs
Shame and doundt. Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya
untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan
yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga
halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
Ø Gerakan
kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3
tahun :
·
Berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun
2 hitungan (GK)
·
Meniru membuat garis lurus (GH)
·
Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
·
Melepasa pakaian sendiri (BM)
g.
Genogram
Adalah gambar bagan riwayat
keturunan atau struktur anggota keluarga dari atas hingga ke bawah yang
didasarkan atas tiga generasi sebelum pasien. Berikan keterangan manakah simbol
pria, wanita, keterangan tinggal serumah, yang sudah meninggal dunia serta
pasien yang sakit.
- POLA FUNGSI KESEHATAN (GORDON)
a. Persepsi
Terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
1) Tingkat
pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit dan selam sakit
2) Perilaku
untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan selam sakit
3) Faktor-faktor
resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Pola
Aktivitas Dan Latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi
makan, mandi berpakaian, eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah,
ambulansi, naik tangga, serta berikan keterangan skala dari 0 – 4 yaitu :
0 :
Mandiri
1 :
Di bantu sebagian
2 :
Di bantu orang lain
3 :
Di bantu orang dan peralatan
4 :
Ketergantungan / tidak mampu
Aktifitas
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Makan
|
√
|
|
|
|
|
Mandi
|
√
|
|
|
|
|
Berpakaian
|
√
|
|
|
|
|
Eliminasi
|
√
|
|
|
|
|
Mobilisasi ditempat
tidur
|
√
|
|
|
|
|
Berpindah
|
|
√
|
|
|
|
Ambulansi
|
|
√
|
|
|
|
Naik tangga
|
|
√
|
|
|
|
c. Pola
Istirahat Tidur
Ditanyakan
:
1) Jam
berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
2) Sonambolisme
3) Kualitas
dan kuantitas jam tidur
d. Pola
Nutrisi - Metabolic
Ditanyakan
:
1) Berapa
kali makan sehari
2) Makanan
kesukaan
3) Berat
badan sebelum dan sesudah sakit
4) Frekuensi
dan kuantitas minum sehari
e. Pola
Eliminasi
1) Frekuensi
dan kuantitas BAK dan BAB sehari
2) Nyeri
3) Kuantitas
f.
Pola Kognitif Perceptual
Adakah
gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
g. Pola
Konsep Diri
1) Gambaran
diri
2) Identitas
diri
3) Peran
diri
4) Ideal
diri
5) Harga
diri
h. Pola
Koping
Cara
pemecahan dan penyelesaian masalah
i.
Pola Seksual – Reproduksi
Ditanyakan
: adakah gangguan pada alat kelaminya.
j.
Pola Peran Hubungan
1) Hubungan
dengan anggota keluarga
2) Dukungan
keluarga
3) Hubungan
dengan tetangga dan masyarakat.
k.
Pola Nilai Dan Kepercayaan
1) Persepsi
keyakinan
2)
Tindakan berdasarkan keyakinan
- PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengukuran panjang
badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar
abdomen membesar,
b. Keadaan umum :
Klien lemah,
gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun. Tekanan darah mmHg,
suhu tubuh …◦C, pernapasan ..x/menit, nadi ..x/menit (regular), GCS
:E=.. M=… Vapasia. BB ( sakit ) : tidak diketahui, BB ( Sebelum
Sakit ) ; tidak diketahui, hasil
pengukuran LL 25 cm.(BB=2xLL; 50 kg).
c. Kepala :
Ubun-ubun
tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata :
Cekung,
kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan :
Mukosa mulut
kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan
menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan :
Dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler :
Nadi cepat
> 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen :
Warna kulit
pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat,
akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan
pada daerah perianal.
i.
Sistem
perkemihan :
Urin produksi
oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum
sakit.
Perlu dikaji :
Pola berkemih
: Pada
orang-orang untuk berkemih sangat individual.
Frekuensi :
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu
bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum
tidur dan berkisar waktu makan.
Volume
: Volume urine
yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah /
hari :
- Hari pertama & kedua dari kehidupan 15–60 ml
- Hari ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100–300 ml
- Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250–400 ml
- Dua bulan–1 tahun kehidupan 400–500 ml
- 1–3 tahun 500–600 ml
- 3–5 tahun 600–700 ml
- 5–8 tahun 700–1000 ml
- 8–14 tahun 800–1400 ml
- 14 tahun-dewasa 1500 ml
- Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume
dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka
perlu lapor.
j.
Dampak
hospitalisasi :
Semua anak
sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus
asa, dan kemudian menerima.
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Laboratorium
:
·
feses
kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
·
Serum
elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
·
AGD :
asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
·
Faal
ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan
bronchopemoni
- TERAPI
a.
obat anti
sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
b. onat anti spasmotik : Papaverin, opium,
loperamide
c. antibiotik : bila penyebab jelas, ada
penyakit penyerta
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
- Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
- Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
- Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
- Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C.
PERENCANAAN (INTERVENSI)
NoDP
|
Tujuan
|
Outcome
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
1
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam diharapkan pasien dengan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat melakukan aktivitasnya
dengan criteria hasil :
Ø Tanda
vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt
)
Ø Turgor
elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Ø Konsistensi
BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Keterangan :
1 : Selalu menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.
5 : Tidak pernah menunjukkan.
|
Fluid Management :
Ø Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
Ø Monitor status
hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan
Ø Monitor hasil lab
yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein )
Ø Monitor vital
sign setiap 15menit – 1 jam
Ø Kolaborasi
pemberian cairan IV
Ø Monitor status
nutrisi
Ø Berikan cairan
oral
Ø Berikan
penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
Ø Dorong keluarga
untuk membantu pasien makan
Ø Kolaborasi dokter
jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
Ø Atur kemungkinan
tranfusi
Ø Persiapan untuk
tranfusi
Ø Pasang kateter
jika perlu
Ø Monitor intake
dan urin output setiap 8 jam
|
Ø Pantau
tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Ø Pantau
intake dan output
Ø Timbang
berat badan setiap hari
Ø Anjurkan
keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
Ø Kolaborasi
:
·
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
·
Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
·
Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik,
antibiotik)
|
2
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam diharapkan pasien dengan perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat melakukan aktivitasnya
dengan criteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Keterangan :
1 : Tdk prnh menyebutkan.
2 : Jarang menyebutkan.
3 : Kadang menyebutkan.
4 : Sering menyebutkan.
5 : Selalu menyebutkan.
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
|
Ø Diskusikan
dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
air terlalu panas atau dingin)
Ø Ciptakan
lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
Ø Berikan
jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Ø Monitor
intake dan out put dalam 24 jam
Ø Kolaborasi
dengan tim kesehtaan lain :
·
Terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
·
obat-obatan atau vitamin ( A)
|
3
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24
jam diharapkan pasien dengan resiko peningkatan suhu tubuh dapat
melakukan aktivitasnya dengan criteria hasil :
Ø Suhu tubuh
dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Ø Tidak
terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Keterangan
:
1 : Tidak
memerlukan bantuan.
2 : Membutuhkan
bantuan orang lain dan alat
3 : Membutuhkan
bantuan oarang lain.
4 : Membutuhkan
bantuan alat.
5 : Mandiri
penuh.
|
Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam
tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
|
Ø Monitor
suhu tubuh setiap 2 jam
Ø Berikan
kompres hangat
Ø Kolaborasi
pemberian antipirektik
|
4
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24
jam diharapkan pasien dengan resiko gangguan integritas kulit perianal dapat
melakukan aktivitasnya dengan criteria hasil :
Ø Tidak
terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Ø Keluarga
mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Keterangan :
1 : Selalu menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.
5 : Tidak pernah menunjukkan.
|
setelah dilakukan tindaka
keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
|
Ø Diskusikan
dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
Ø Demontrasikan
serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
Ø Atur
posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
|
5
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24
jam diharapkan pasien dengan Kecemasan anak dapat melakukan aktivitasnya
dengan criteria hasil :
Ø Mau
menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Keterangan
:
1 : Selalu
menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.
5 : Tidak pernah menunjukkan
|
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24
jam, klien mampu beradaptasi
|
Ø Libatkan
keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
Ø Hindari
persepsi yang salah pada perawat dan RS
Ø Berikan
pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
Ø Lakukan
kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
Ø Berikan
mainan sebagai rangsang sensori anak
|
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter. 2005. Fundamental
keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005. Fundamental
keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Arjatmo Tjokronegoro & Henra utama. (2002). Update In Neuroemergencies. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
Bullock, Barbara (2000). Focus on pathophysiology.
Philadelphia.
Black,
JM., Matassin E. (2002). Medical Surgical Nursing, Clinical Management
Find me on facebook : Satya Excel Klik...!!!