MAKALAH
PENYAKIT
IDIOPATIK
TROMBOSITOPENI PURPURA
(Idiophatic
Thrombocytopenic Purpura)
Disusun
untuk memenuhi tugas
Keperawatan
Dewasa I
Dosen
Pengampu : Ns. Erick Endra Cita S. Kep
Disusun Oleh :
Satya Putra Lencana
M11.01.0015
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN MADANI
PROGRAM
STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
YOGYAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Trombositopenia adalah suatu kekurangan
trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan darah. Pada orang normal jumlah
trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara 150.000-450.000/ul, rata-rata
berumur 7-10 hari kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi darah
mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan
jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450000 sel trombosit
perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan
abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai
kurang dari 10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006).
Trombositopenia dapat bersifat
kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat penurunan reproduksi trombosit,
seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis, terapi radiasi atau leukimia,
peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas
obat, atau koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC); distribusi abnormal atau
sekuestrasi pada limpa ; atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau
tranfusi sel darah merah. (Sandara, 2003).
Trombositipenia didefinisikan juga
sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. jumlah trombosit yang rendah
ini merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran
trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang
dari 100.000/mm3dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang
mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau leukimia. Ekimosis
yang bertambah dan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada
kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama,
dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. terjadi perdarahan mukosa,
jaringan dalam, dan intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000,
dan memerlukan tindaka segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. (Sylvia
& Wilson, 2006)
Trombositopenia (jumlah platelet kurang
dari 80.000/ mm3) penyebab tersering dari perdarahan abnormal karena produksi
platelet yang menurun, atau pun peninggian sekuestrasi atau destruksi yang
bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia aplastik,
leukemia, keadaan gagal sumsum tulang lain, dan setelah terapi khemoterapi
sitotoksik. Penyebab peninggian destruksi platelet antaranya trombositopenik
purpura idiopatik (autoimun), trombositopenia sekunder atau yang diinduksi
obat-obatan, purpura trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik,
koagulasi intravaskuler diseminata, dan vaskulitis.
Secara umum, jumlah platelet lebih dari
50.000/mm3 tidak berkaitan dengan komplikasi perdarahan yang bermakna, dan
perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah platelet lebih dari 20.000/mm3.
Walau jarang, PIS spontan bisa terjadi dan khas dengan onset yang tak jelas
dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran. Hematom subdural lebih
jarang. (sudoyo, dkk, 2006)
Penurunan produksi trombosit (platelets),
dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi
yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi
anemia aplastik, mielofibrosis(penggantian unsur-unsur sumsum tulang dengan
jaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang mengganti
unsur-unsur sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik
terhadap sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia
dengan produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau
penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan spenomegal(lien
membesar) dapat disertai trobositopenia. (Sylvia & Wilson, 2006)
Trombosit dapat juga dihancurkan oleh
produksi anti bodi yang diinduksi oleh obat seperti yang ditemukan pada
quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi(anti bodi yang bekerja melawan
jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti
lupus eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura
trombositopenik idiopatik (ITP).
ITP terutama ditemukan pada perempuan
muda, bermanifestasi sebagai trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah
trombosit yang sering kurang dari 10.000/mm3. antibodi Ig G yang ditemukan pada
membran trombosit dan meningkatnya pembuangan dan penghancuran trombosit oleh
sistem makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).
Trombositopenia berat dapat
mengakibatkan kmatian akibat kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ
vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan
anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden
immune Trombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan 2
kasus per 100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari
populasi atau perkumpulan berbasis pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan
kasus akut Immune trombositopenia purpura (ITP) yang pada umumnya terjadi pada
anak-anak kurang mendapatkan perhatian medis. Immune trombositopenia purpura
(ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang di Maryland. (Emedicine, 2008)
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian
ITP
2. Etiologi,
Epidemologi, Patologi dan Manifestasi klinis
3. Konsep
keperawatan ITP
4. Diagnosa
Keperawatan ITP
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian dari ITP
2. Mengetahui
Etiologi, epidomologi, patologi dan Manifestasi klinis
3. Mengerti
penatalaksanaan dari penyakit ITP
4. Mengetahui
konsep keperawatan ITP
5. Mengetahui
Diagnosa Keperawatan ITP
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
DEFINISI
ITP
adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti
tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup
memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka
memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari
Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic
(Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun
dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak
jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi
antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis
langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita
dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP
(Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa
bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam
tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah
berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat
kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan
kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu
sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan
mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka.
Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan
kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita
ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan
dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik
trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan
destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.
Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi
perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah
platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan
membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri
berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah
trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan
disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi
pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center,
2008).
Trombosit
berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit
dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam
susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik
dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya
ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan
kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit
tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal
trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume
rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu
ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang
lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang
disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan
trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic
thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak
sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan
biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita
penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu
penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak,
dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per
tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru
pada tahun 2000.
Delapan
puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut, yang akan
pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan
sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun
perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada
riwayat infeksi bakteri, virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum
terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi saat trombosit dibawah
20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada
anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan
kelainan auto imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran trombosit dalam
retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau
imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak tepat.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab
dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.
(Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi
normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus
yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan
menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang
meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan
tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun
tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh
sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum
diketahui. (ana information center, 2008).
2. ITP
kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi
makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan
factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata
(KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer
(idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila
kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak)
dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana
information center, 2008)
3. ITP
juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman
keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya
tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah
seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo
lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus
yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
C.
EPIDEMOLOGI
Ada dua tipe ITP berdasarkan
kalangan penderita :
1. Tipe
pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, anak-anak berusia 2 hingga 4
tahun yang umumnya menderita penyakit ini.
2. Tipe
kedua menyerang orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi
dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family
Doctor, 2006).
ITP
juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang
dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan
disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP
sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008)
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
|
ITP akut
|
ITP kronik
|
Awal penyakit
|
2-6 tahun
|
20-40 tahun
|
Rasio L:P
|
1:1
|
1:2-3
|
Trombosit
|
<20 .000=".000" l="l" o:p="o:p">20>
|
30.000-100.000/mL
Lama penyakit
2-6 minggu
Beberapa tahun
Perdarahan
Berulang
Beberapa hari/minggu
(Bakta,
2006; Mehta, et. al, 2006)
D.
MANIFESTASI KLINIS
1. Bintik-bintik
merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan
menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena
adanya pendarahan dibawah kulit .
2. Memar
atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut)
disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa
alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih
sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
3. Hidung
mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses.
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP.
Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak
jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat
keparahan penyakit.
4. Jumlah
platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit
berkonsentrasi.
E.
PATOLOGI
DAN PATOFISIOLOGI ITP
Kerusakan
trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang terdapat
pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal
atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami
penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya
perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat
terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi,
yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator
lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat
terbentuknya antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat
ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP
Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada
ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen
yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset
pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie,
echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2)
perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali
pada <10 kasus.="kasus." o:p="o:p">10>
F.
PATHWAY
Idiopathic, infeksi virus,
hipersplenisme
↓
Antigen (makrofag) menyerang
trombosit
↓
Destruksi trombosit dalam sel
penyaji antigen (dipicu oleh antibody)
↓
Pembentukan neoantigen
↓
Trombositopeni
↓
↓
mudah lelah
↓ nafsu makan
↓
Gg
keseimbangan nutrisi Intoleransi aktivitas
purpura
Gg.
Pemenuhan keb. O2 ← ↓
Hemoglobin ↓
↓ Gg.
Integritas kulit
Gg.
Perfusi jaringan
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap dan jumlah
trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit
< 20.000 / mm3).
2. Anemia normositik: bila lama
berjenis mikrositik hipokrom.
3. Leukosit biasanya normal: bila
terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
Ringan pada keadaan lama:
limfositosis relative dan leucopenia ringan.
4. Sum-sum tulang biasanya normal,
tetapi megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium
megakariosit.
5. Masa perdarahan memanjang, masa
pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption
memendek, test RL (+).
H.
PENCEGAHAN
1. Idiopatik Trombositopeni Purpura
(ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.
2. Menghindari obat-obatan seperti
aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko
pendarahan.
3. Lindungi dari luka yang dapat
menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang
mungkin dapat berkembang.
4. Konsultasi ke dokter jika ada
beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan
anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
I.
TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga
jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan
mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering
pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan
dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk
terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara
menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D.
Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan
dirawat dirumah sakit .
Terapi awal ITP
(standar) :
a. Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison
dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednison terjadi
dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik
dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.
b. Imunoglobulin
intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr
selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal, saat
AT(antibodi trombosit) <5000 .="." ada="ada" adanya="adanya" atau="atau" beberapa="beberapa" bersifat="bersifat" dalam="dalam" dan="dan" dapat="dapat" dengan="dengan" digunakan="digunakan" efikasi="efikasi" hari="hari" individual.="individual." kedua="kedua" konvensional="konvensional" kortikosteroid="kortikosteroid" kurangnya="kurangnya" lini="lini" luasnya="luasnya" membaik="membaik" mendapat="mendapat" menggambarkan="menggambarkan" meskipun="meskipun" ml="ml" o:p="o:p" pasien="pasien" pendekatan="pendekatan" pilihan="pilihan" progresif.="progresif." purpura="purpura" relatif="relatif" standar="standar" telah="telah" terapi="terapi" tidak="tidak" untuk="untuk" variasi="variasi" yang="yang">5000>
1. Steroid
dosis tinggi
Terapi pasien
ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis
tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6
siklus.
2. Metiprednisolon
Metilprednisolon
dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap
terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis
tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1
mg/kg sekai sehari.
3. IgIV
dosis tinggi
Imunoglobulin iv
dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan
kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit
kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau
disubtitusi dengan anti-D iv
4. Anti-D
iv
Dosis
anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien,
jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor
blockade.
5. Alkaloid
vinka
Misalnya
vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6
minggu.
6. Danazol
Dosis
200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat.
Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya
hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
7. Immunosupresif
dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif
diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan
azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal
dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
8. Dapsone
Dosis
75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD,
karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang
serius.
BAB
III
KOPNSED
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Keluhan
utama :
Memar,
bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi
gigi.
2. Riwayat
penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien
mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya
darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat
penyakit dahulu
HIV
AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
4. Riwayat
penyakit keluarga
Pihak
keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
5. Riwayat
lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau
kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh virus atau bakteri seperti
rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit
menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma
minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung,
saluran pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur
bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
1) Gejala :
Ø Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Ø Toleransi terhadap latihan rendah.
2) Tanda :
Ø Takikardia / takipnea, dispnea pada
beraktivitas / istirahat.
Ø Kelemahan otot dan penurunan
kekuatan.
e. Sirkulasi.
1) Gejala :
Ø Riwayat kehilangan darah kronis,
misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat.
Ø Palpitasi (takikardia kompensasi).
2) Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolic
stabil.
f. Integritas ego.
1) Gejala :
Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan
transfuse darah.
2) Tanda : Depresi.
g. Eliminasi.
1) Gejala : Hematemesis, feses dengan
darah segar, melena, diare, konstipasi.
2) Tanda : Distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
1) Gejala :
Ø Penurunan masukan diet.
Ø Mual dan muntah.
2) Tanda : Turgor kulit buruk, tampak
kusut, hilang elastisitas.
i.
Neurosensori.
1) Gejala :
Ø Sakit kepala, pusing.
Ø Kelemahan, penurunan penglihatan.
2) Tanda :
Ø Epistaksis.
Ø Mental : tak mampu berespons (lambat
dan dangkal).
j.
Nyeri / kenyamanan.
1) Gejala : Nyeri abdomen, sakit
kepala.
2) Tanda : Takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
1) Gejala : Nafas pendek pada istirahat
dan aktivitas.
2) Tanda : Takipnea, dispnea.
l.
Keamanan
1) Gejala : Penyembuhan luka buruk
sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
2) Tanda : Petekie, ekimosis.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan
cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia yang ditandai
dengan kelemahan, berat badan menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera
agen (biologis, psikologi, kimia, fisik) ditandai dengan gangguan pola tidur,
klien meringis kesakitan di daerah nyeri, skala nyeri (data subyektif).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan ditandai dengan imobilisasi
4. Kurang pengetahuan pada keluarga
tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan sumber
informasi.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan immobilisasi, kelemahan,
hipertermi, perubahan turgor kulit.
6. Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan
hypoxia, takikardi.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan
cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi klien
terpenuhi dengan
Tujuan:
v Menghilangkan mual dan muntah
Criteria
hasil:
v Menunjukkan berat badan stabil
|
1) Berikan makanan dalam porsi kecil
tapi sering.
2) Pantau pemasukan makanan dan
timbang berat badan setiap hari.
3) Lakukan konsultasi dengan ahli
diet.
4) Libatkan keluarga pasien dalam
perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
|
1) Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan yang sesuai dengan
kalori.
2) Anoreksia dan kelemahan dapat
mengakibatkan penurunan berat badan
dan malnutrisi yang serius.
3) Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
4) Meningkatkan rasa keterlibatannya,
memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
|
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera
agen (biologis, psikologi, kimia, fisik).
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang dengan
Tujuan :
v Melaporkan nyeri yang dialaminya
v Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
v Mengikuti program pengobatan
v Mendemontrasikan
tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin.
|
1) Tentukan
riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
2) Evaluasi
therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan
keluarga tentang cara menghadapinya.
3) Berikan
pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan
musik atau nonton TV
4) Menganjurkan
tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira,
dan berikan sentuhan therapeutik.
5) Evaluasi
nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
6) Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga
dengan klien
7) Berikan
analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll
|
1) Memberikan
informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
2) Untuk
mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
komplikasi.
3) Untuk
meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
4)
Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan
ansietas.
5)
Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai
sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan
obat-obatan anti nyeri.
6) Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
7) Untuk
mengatasi nyeri.
|
3. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan
klien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan dari orang lain dengan
Tujuan:
v Meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas.
Criteria hasil:
v Menunjukkan peningkatan toleransi
aktivitas.
|
1) Kaji kemampuan pasien untuk
melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
2) Awasi TD, nadi, pernafasan.
3) Berikan lingkungan tenang.
4) Ubah posisi pasien dengan perlahan
dan pantau terhadap pusing.
|
1)
Mempengaruhi pilihan intervensi.
2)
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah oksigen ke jaringan.
3)
Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh.
4)
Hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing,
berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
|
4. Kurang pengetahuan pada keluarga
tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan keluarga
mengerti akan penyakit klien dengan
Tujuan:
v Pemahaman dan penerimaan terhadap
program pengobatan yang diresepkan.
Criteria
hasil:
v Menyatakan pemahaman proses
penyakit.
v Faham akan prosedur dagnostik dan
rencana pengobatan.
|
1) Berikan informasi tntang ITP.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP.
2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan
diagnostic.
3) Jelaskan bahwa darah yang diambil
untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.
|
1) memberikan dasar pengetahuan
sehingga keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
2) ketidak tahuan meningkatkan
stress.
3) merupakan kekwatiran yang tidak
diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.
|
5. Resiko tinggi kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan factor imunologis
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah
dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kerusakan bisa berkurang dengan
Tujuan
:
v Klien
dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
v Berpartisipasi
dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
|
1) Kaji
integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati
penyembuhan luka.
2) Anjurkan
klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
3) Ubah
posisi klien secara teratur.
4) Berikan
advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak
tanpa rekomendasi dokter.
|
1) Memberikan
informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal
terhadap perubahan integritas kulit.
2)
Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
3)
Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
4)
Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif
|
6. Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah
dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kembali kebentuk normal dengan
Tujuan:
v Tekanan darah normal.
v Pangisian kapiler baik.
Kriteria
hasil:
v Menunjukkan perbaikan perfusi yang
dibuktikan dengan TTV stabil.
|
1) Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.
2) Tinggikan kepala tempat tidur
sesuai toleransi.
3) Kaji untuk respon verbal melambat,
mudah terangasang.
4) Awasi upaya parnafasan, auskultasi
bunyi nafas.
|
1) memberikan informasi tentang
derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
2) meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3) dapat mengindikasikan gangguan
fungsi serebral karena hipoksia.
4) dispne karena regangan jantung
lama / peningkatan kompensasi curah jantung.
|
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan
dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan
Tujuan:
v Mengurangi distress pernafasan.
Criteria hasil:
v Mempertahankan pola pernafasan
normal / efektif
|
1) Kaji / awasi frekuensi pernafasan,
kedalaman dan irama.
2) Tempatkan pasien pada posisi yang
nyaman.
3) Beri posisi dan Bantu ubah posisi
secara periodic.
4) Bantu dengan teknik nafas dalam.
|
1) perubahan (seperti takipnea,
dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya
keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi.
2) memaksimalkan ekspansi paru,
menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
3) meningkatkan areasi semua segmen
paru dan mobilisasikan sekresi.
4) membantu meningkatkan difusi gas
dan ekspansi jalan nafas kecil.
|
D.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan
sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan
literature).
E. EVALUASI
Hal
hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada
criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan
SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Trombositopenia menggambarkan individu
yag mengalami atau pada resiko tinggi untuk mengalami insufisiensi trombosit
sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun,
distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita
penyakit ITP adalah Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada
darah pada urin dan feses Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat
menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.
Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat
menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan
menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang
lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi
perdarahan yang terjadi.
B.
SARAN
1. Perawat
harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang menderita ITP.
2. Perawat
harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang
bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
3. Perawat
harus menerapkan komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat
kecemasan pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Dorland,
W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland,
Edisi 29, EGC : Jakarta
Guyton,
1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 9, EGC: Jakarta
Waspadji,
Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI : Jakarta