PANDUAN THAHARAH DAN SHALAT BAGI ORANG SAKIT

Sabtu, 05 Oktober 2013




PANDUAN THAHARAH DAN SHALAT BAGI ORANG SAKIT

Pembicara        : Ustad Arif Munandar
Hari                 : Sabtu, 31 September 2013
Waktu              : 08.00 s/d selesai
Tempat            : Kampus Akhwat STIKes MADANI Yogyakarta

Seorang yang sakit hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :

Pertama, mengimani bahwa penyakit yang menimpanya itu dengan kehendak dan takdir Allah SWT sehingga hatinya merasa tenang, ridha dan pasrah.

Kedua, mengimani bahwa musibah itu telah tercatat di Lauh Mahfuzh yang tidak mungkin diubah.

Ketiga, bersabar dengan mengingat firman Allah :
“Bersabarlah sesungguhnya Allah itu bersama orang-orang bersabar” [Q.S. Al-Anfal:46]

Keempat, gantungkan hati kepada Allah dan yakin bahwa akan ada kabar gembira setelah musibah ini. Dalam Hadist Qudsi, Allah berfirman, “Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku” [HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah].  Nabi juga bersabda, “Yakinlah bahwa kabar gembira itu bersama kesulitan. Sungguh bersama kesulitan terdapat kemudahan” [HR. Ahmad]

Kelima, manfaatkanlah waktu senggang banyak-banyak ada karena sakit dengan banyak mengingat Allah, mambaca Al-Qur’an, bertaubat dan memohonampun kepada-Nya

Keenam, jangan adukan sakit yang menimpanya kepada siapapun kecuali kepada zat yang mampu menghilangkannya namun tidak mengapa bercerita kepada orang lain bahwa dirinya sedang sakit jika sekedar dalam konteks bercerita, bukan dalam konteks mengadu.

Ketujuh, menyadari betapa besarnya nikmat sehat.

Kedelapan, sadarilah bahwa sakit itu sebab terhapusnya dosa dan kesalahan.
Nabi bersabda, “Tidaklah seorang muslim mengalami gangguan berupa sakit atau selainya kecuali Allah gugurkan dosa-dosanya sebagaimana gugurnya daun pohon (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Nabi bersabda, “Tidaklah ada suatu musibah yang menimpa seorang muslim melainkan Allah hapus dengannya dosa-dosanya (HR Bukhari dan Muslim dari Aisyah)

A.    Panduan Thaharah bagi Orang yang Sakit

Pada dasarnya orang yang sakit itu wajib ber-thaharah dengan menggunakan air dengan berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil danmandi untuk menghilangkan hadats besar.
Jika tidak mampu ber-thaharah dengan menggunakan air karena memang tidak mampu, khawatir sakit semakin bertambah parah atau kesembuhannya semakin lama maka diperbolehkan untuk bertayamum. Cara tayamum adalah dengan meletakkan dua telapak tangan pada tanah yang suci sekali saja lalu telapak tangan tersebut dipergunakan untuk mengusap seluruh bagian wajah dan mengusah kedua telapak tangan, satu telapak tangan dengan selainnya.
Jika tidak mampu ber-thaharah sendiri bisa diwudhukan atau ditayamumkan oleh orang lain. Jika ada luka pada bagian anggota tubuh yang wajib mendapatkan thaharah maka pada dasarnya anggota tubuh tersebut tetap dibasuh sebagaimana biasanya. Namun jika basuhan air itu membahayakan kesehatannya maka anggota tubuh tersebut diusap dengan cara tangan dibasahi dengan sedikit air lalu dilewatkan pada bagian yang luka. Jika diusap juga membahayakan kondisi tubuh maka anggota tubuh tersebut ditayamumkan.
Jika ada anggota badan yang mengalami patah tulang sehingga diikat dengan kain perban atau di gips maka perban atau gips tersebut diusap dengan air sebagai ganti dibasuh dengan air.dalam kondisi ini anggota tubuh tersebut tidak perlu ditayamumkan karena usapan itu pengganti basuhan.
Boleh bertayamum dengan menggunakan tembok atau sesuai yang suci asalalkan mengandung debu. Jika tembok yang diusap dilapisi sesuatu yang tidak sejenis dengan ‘bumi’ semisal cat maka tidak tidak boleh dipergunkan untuk tayamum kecuali jika mengandung debu.
Jik tidak memungkinkan bertayamum langsung dengan bumi atau tembok yang mengandung debu, maka diperbolehkan meletakkan tanah du suatu wadah tertentu untuk sarana tayamum.
Misal, jika seorang itu bertayamum untuk sholat dzuhur, dan dia tidak berhadats sampai tiba waktu Shalat Ashar maka orang tersebut tidak harus bertayamum kembali untuk mengerjakan Shalat Ashar karena dia masih dalam kondisi suci dan belum batal.
Jika si sakit itu bertayamum karena junub, dia tidak perlu bertayamum kembali kecuali jika kembali mengalami junub namun selama waktu tersebut dia perlu tayamum jika terjadi hadast kecil.
Seorang yang sakit pada dasarnya tetap berkewajiban untuk mengerjakan shalat dalam kondisi badan bersih dari najis. Namun jika tidak memungkinkan dia tetap wajib shalat meski badan bernajis dan shalat dalam kondisi semacam ini sah dan tidak perlu diulangi.
Seorang yang sakit tetap wajib mengerjakan shalat dengan menggunakan pakaian yang bersih. Jika pakaian yang dugunakan terkena najis wajib dibersihkan atau diganti dengan pakaian yang bersih. Jika tidak memungkinkan dia tetap wajib shalat meski pakaiannya terkena najis. Shalat dalam kondisi ini sah dan tidak perlu diulangi.
Seorang yang sakit wajib shalat di atas sesuatu yang suci. Jika tempat yang hendak digunakan untuk shalat mengandung najis wajib dibersihkan atau diganti dengan alas lain yang suci atau minimal dilapisi alas lain yang suci. Jika tidak menungkinkan tetap wajib shalat dalam kondisi demikian dan shalatnya sah serta tidak perlu diulangi.
Seorang yang sakit tidak boleh menunda shalat sehingga waktunya berakhir karena alasan tidak mampu ber-thaharah dengan benar. Yang tepat, dia berthaharah sebisanya kemudian mengerjakan shalat pada waktunya meski ada najis yang tidak bisa dihilangkan di badan, pakaian dan tempat shalat mengingat firman Allah yang artinya, “Bertakwalah kalian kepada Allah semaksimal mungkin kemampuan kalian” (Q.S. At-Taghabun : 16)

B.     Panduan Shalat bagi Orang yang Sakit

Seorang yang sakit tetap berewajiban untuk shalat fardhu sambil berdiri meski tidak bisa berdiri tegak, bersandar pada tembok atau tongkat yang memang diperlukan untuk dijadikan sandaran. Jika tidak mampu shalat sambil berdiri maka shalat dikerjakan sambil duduk. Yang lebih afdhol bentuk duduknya adalah bersila saat posisi berdiri dan ruku’.
Jika tidak mampu shalat sambil duduk maka shalat dikerjakan sambil berbaring  menghadap kiblat. Berbaring miring ke kanan itu yang lebih baik. Jika tidak memungkinkan sambil menghadap ke kiblat maka berbaring meski tidak menghadap kiblat dan sah shalatnya, tidak perlu diulangi.
Jika memang tidak mampu shalat sambil berbaring maka shalat dikerjakan sambil terlentang dengan posisi kaki ke arah kiblat. Jika kaki tidak mungkin menghadap ke arah kiblat maka shalat sebisanya dan itu sudah sah, tidak perlu diulangi.
Orang yang sakit berkewajiban untuk melakukan gerakan ruku’ dan sujud secara normal. Jika tidak mampu, ruku’ dan sujud diganti dengan isyarat kepala. Saat sujud posisi kepala lebih rendah dari pada saat ruku’. Jika tidak mampu ruku’ secara normal namun tidak mampu sujud wajib ruku’ seperti biasa saat ruku’ dan berisyarat dengan kepala saat sujud. Demikian pula jika mampu bersujud secara normal namun tidak mampu ruku’ maka gerakkan sujud dilakukan seperti biasa sedangkan ruku’ diganti dengan isyarat.
Jika si sakit tidak mampu berisyarat dengan kepala saat ruku’ dan sujud maka dia berisyarat dengan mata. Caranya dengan memejamkan mata sejenak untuk ruku’ dan agak lama untuk sujud. Sedangkan isyarat dengan jari sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang yang sakit adalah tindakan yang tidak benar, karena tidak memiliki dasar dari Al-Qur’an, hadist ataupun pendapat ulama.
Jika tidak mampu berisyarat dengan kepala ataupun mata gerakkan shalat cukup diniatkan saja. Dia bertakbir ikhram dan membaca Surat Al-Fatihah seperti biasa lantas berniat dalam hati untuk ruku’, sujud, i’tidal dan duduk dengan tetap membaca dzikir  yang dianjurkan saat dalam posisi gerakan gerakan di atas. “Masing-masing orang itu mendapatkan sebagaimana apa yang dia niatkan”.
Si sakit wajib mengerjakan shalat fardhu pada waktunya masing-masing dan mengerjakan apa yang wajib dilakukan sebisa mungkin. Jika kesulitan mengerjakan shalat pada waktunya masing-masing maka orang yang sakit itu boleh menjamak Shalat Dzuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’, boleh dengan bentuk Jama’ Taqdim ataupun Jama’ Takhir tergantung manakah yang lebih mudah untuk dilakukan tentu saja Shalat Subuh tidak bisa di jama’ dengan Shalat Isya’ ataupun Shalat Dzuhur...

Sumber : Kajian Live bersama Ustad Arif Munandar
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Your comment here

Radio Rodja 756AM

Last Detik News

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Satya Excel Site - ساتيا ممتاز - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger