MENGENAL ILMU NUJUM, PERBINTANGAN, ATAU ASTROLOGI
Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Qatadah
Radhiyallahu ’Anhu bahwa ia berkata: “Allah menciptakan bintang-bintang ini
untuk tiga hikmah: sebagai hiasan langit, sebagai alat pelempar syetan, dan
sebagai tanda untuk petunjuk (arah dan sebagainya). Maka barang siapa yang
berpendapat selain hal tersebut maka ia telah melakukan kesalahan, dan
menyianyiakan nasibnya, serta membebani dirinya dengan hal yang diluar batas
pengetahuannya”.
Sementara tentang mempelajari tata letak peredaran bulan, ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum mempelajari ilmu letak
peredaran bulan. Qotadah mengatakan makruh, sedang Ibnu Uyainah tidak
membolehkan, seperti yang diungkapkan oleh Harb dari mereka berdua. Tetapi Imam
Ahmad memperbolehkan hal tersebut. Maksudnya, yang diperbolehkan adalah
mempelajari letak matahari, bulan dan bintang, untuk mengetahui arah kiblat,
waktu shalat dan semisalnya, maka hal itu diperbolehkan. Ini disebut ilmu falak
atau astronomi.
Abu Musa Radhiyallahu ’Anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu
’Alaihi wa Sallam bersabda, “Tiga orang yang tidak akan masuk surga: pecandu
khamr (minuman keras), orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan, dan orang
yang mempercayai sihir.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
Mempercayai sihir yang di antara macamnya adalah ilmu nujum
(astrologi), sebagaimana yang telah dinyatakan dalam suatu hadits, Barang siapa
yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum, maka sesungguhnya dia telah
mempelajari sebagian dari ilmu sihir…”
Inilah anncaman bagi orang yang mempercayai sihir (yang di antara
jenisnya adalah ilmu perbintangan), meskipun ia mengetahui akan kebatilannya.
Menisbatkan Turunnya Hujan Kepada Bintang
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan kalian membalas rizki (yang
telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mengatakan perkataan yang tidak
benar.” (QS Al Waqi’ah, 82).
Diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari Radhiyallahu ’Anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda, “Empat hal yang terdapat
pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah yang susah untuk ditinggalkan:
membangga-banggakan kebesaran leluhurnya, mencela keturunan, mengaitkan turunnya
hujan kepada bintang tertentu, dan meratapi orang mati.”
Lalu beliau bersabda, “Wanita yang meratapi orang mati bila mati
sebelum ia bertubat maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan
pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur
dengan penyakit gatal.” (HR. Muslim).
Imam Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Khalid
Radhiyallahu ’Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam
mengimami kami pada shalat subuh di Hudhaibiyah setelah semalaman turun hujan,
ketika usai melaksanakan sholat, beliau menghadap kepada jamaah dan bersabda,
“Tahukah kalian apakah yang difirmankan oleh Rabb pada kalian?”. Mereka
menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Terus beliau bersabda, “Dia
berfirman: Pagi ini ada di antara hamba-hambaku yang beriman dan ada pula yang
kafir. Adapun orang yang mengatakan: hujan turun berkat karunia dan rahmat
Allah, maka ia telah beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang. Sedangkan orang
yang mengatakan: hujan turun karena bintang ini dan bintang itu, maka ia telah
kafir kepadaKu dan beriman kepada bintang.”
Imam Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu ’Anhu yang maknanya yang antara lain disebutkan demikian,“…ada di
antara mereka berkata, ‘Sungguh, telah benar bintang ini, atau bintang itu’,
sehingga Allah menurunkan firmanNya, “Maka aku bersumpah dengan tempat-tempat
peredaran bintang” sampai kepada firmanNya,” Dan kamu membalas rizki (yang
telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan perkataan yang tidak benar.” (Surat
Al Waqi’ah, ayat 75-82)
Dalam ayat ini Allah mencela orang-orang musyrik atas kekafiran
mereka terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah dengan menisbatkan turunnya
hujan kepada bintang, dan Allah menyatakan bahwa perkatan ini dusta dan tidak
benar, karena turunnya hujan adalah karunia dan rahmat dariNya.
Sumber: Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullah ‘Alal ‘Ibad –
fimadani.com